BeritaDaerah

BINCANG-BINCANG DENGAN TIRTAWAN: LAKSANAKAN SOCIAL DISTANCING ATAU MALAH CIPTAKAN SOCIAL CROWDED?

SINGARAJA-JARRAKPOSBALI.COM – SEJAK wabah virus corona (COVID-19) melanda Indonesia, pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemprov, Pemkab/Pemkot) telah menelorkan sejumlah kebijakan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan melindungi warga dari sebaran virus mematikan itu.

Seperti kebijakan pemerintah yang meminta masyarakat untuk menjaga jarak yang popular disebut social distancing atau ada juga yang sebut physical distancing.

Nah, implementasi kebijakan social distancing di daerah dalam berbagai bentuk. Seperti di Kabupaten Buleleng, Bupati Putu Agus Suradnyana mengimplementasi kebijakan social distancing dengan cara membatasi jam operasional pasar hanya pada siang hari. Yakni pukul 08.00 wita sampai dengan pukul 16.00 wita seperti dalam Surat Edaran (SE) Bupati Buleleng Nomor: 08/Satgas Covid19/III/2020 tertanggal 30 Maret 2020.

Kebijakan Bupati Buleleng itu mendapat berbagai tanggapan setelah penerapan pembatasan jam operasional pasar ternyata masyarakat malah membludak.

Nah, terkait kebijakan pembatasan jam operasional pasar itu, media ini berincang-bincang dengan banyak pihak termasuk dengan Bupati Buleleng sebagai policy maker atau pembuat kebijakan.

Menurut Bupati Agus, kebijakan pasar siang ada dua pertimbangan. Pertama, bahwa pada siang hari saat matahari panas maka penyebaran virus corona (COVID-19) itu tidak terlalu kencang bahkan tidak ada penyebaran virus. Kedua, supaya pemerintah bisa melakukan penyemprotan disinfektan pagi dan sore ke dalam lolos-lolos pasar sebelum aktivitas dan sesudah aktivitas pasar.

Sementara sejumlah orang malah menyangsikan kebijakan pembatasan jam operasional pasar tersebut. Hasil bincang-bincang media ini dengan tokoh Bali Nyoman Tirtawan yang juga mantan anggota DPRD Bali periode 2014-2019 dari NasDem, berbeda pandangan dengan pembuat kebijakan tersebut.

Tirtawan yang juga aktivis lingkungan itu justru tidak sependapat dengan policy maker (pembuat kebijakan/Bupati Buleleng). Menurut kajian Tirtawan, pembatasan jam operasional pasar yang membuat masyarakat membludak di pasar justru lebih rawan dan sangat berpotensi terjadi penyebaran COVID-19 lebih cepat walau cuaca panas.

“Apakah kerumunan orang-orang di pasar dan atau di super market wujud implementasi social distance? Apakah dengan membatasi jam buka pasar tapi membiarkan kerumunan tidak berakibat fatal?” ujar Tirtawan dengan nada bertanya.

Menurut Tirtawan, “Batuk atau bersin bagi yang “terinfeksi corona” satu detik sudah bisa menyebarkan virus corona kepada kerumunan orang. Seharusnya logika digunakan dalam membuat aturan atau hukum, tapi aturan yang sedang diterapkan sangat tidak masuk akal.”

Dalam pandangan Tirtawan, kebijakan pemerintah menerapkan social distancing itu sangat bagus dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19. “Saya yakin pemerintah dan masyarakat ingin virus corona segera berakhir, kondisi khawatir dan gundah melanda kita semua. Social distance, tutup publik area, sekolah libur dan lain-lainl merupakan langkah sangat baik,” ucapnya.

“Tapi hal yang sangat rentan dengan penularan penyebaran virus corona adalah membludaknya masyarakat di pasar dan super market dengan kebijakan pembatasan jam operasional pasar,” papar politisi Nasdem yang menjadi pahlawan menggagalkan mark-up anggaran Pilgub Bali 2018 dari pos KPU Bali sebesar Rp 98 miliar itu.

Tirtawan memberikan saran kepada pemerintah agar di pasar dan super market harusnya hanya ada barang dan penjualnya. Ini tujuannya adalah untuk menghindari kerumunan dan pencegahan penyebaran virus corona.

Bagaimana dengan pembeli? “Pembeli menggunakan jasa ojek atau Go-jek atau Grab. Go-jek dan Grab itu harus sampai ke pelosok desa atau kampung. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak mampu, maka aparatur pemerintahan desa atau kelurahan untuk mendistribusikan barang kebutuhan pokok,” jawab Tirtawan elegan.

“Atau pengurus desa mengkoordinir kebutuhan warganya untuk beli kebutuhan di pasar. Super market juga harus pikirkan jalan terbaik demi terhindarnya penyebaran virus corona,” tambah mantan vokalis DPRD Bali itu.

Tirtawan berpendapat, “Kita wajib saling mengingatkan atau mengkritik dan saling memberikan saran yang logis-obyektif- aplikabel dan solutive demi kebaikan hidup bersama. Jangan sampai kita hendak mengimplementasi kebijakan social distancing malah terjadi social crowded.”

Penulis: Francelino
Editor: Jering Buleleng

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button