BUDAYA: MENGENAL TRADISI NYAKAN DIWANG DI BULELENG
SINGARAJA-JARRAKPOSBALI.COM – Pulau dewata memiliki banyak sekali keunikan dan keindahan pada keseniannya serta kebudayaan yang tersembunyi di dalamnya.
Selain keindahan alam di sejumlah objek wisata yang tersebar di Bali, terdapat tradisi yang sangat unik seperti tradisi nyakan diwangan yang ada di Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.
Tradisi ini turut mempopulerkan akan tradisi yang ada di Bali karena keunikannya ini yang dapat mengundang banyak wisatawan. Tradisi ini sudah dilaksanakan turun temurun dari nenek moyang yang lestari sampai saat ini. Masyarakat melaksanakan tradisi ini dengan hati yang tulus iklas dan dengan rasa bahagia.
Nyakan diwang artinya memasak nasi di luar tidak lagi masak di dapur di dalam rumah. Tradisi masak diwang ini dilakukandi luar pekarangan rumah, yaitu tepatnya di depan rumah dan di pinggir jalan. Tradisi nyakan diwang ini dilaksanakan pada hari populer di wilayah Banjar, dirayakan dalam rangka memperingati hari raya Nyepi, sehingga jarang orang luar/ warga yang lain dapat menyaksikan tradisi satu ini, karena masih dalam suasana hari raya Nyepi.
Tradisi “Nyakan Diwang” atau memasak di luar area dapur, dilakukan hampir bersamaan di Desa Dencarik, Desa Banjar, Desa Banyusri, Desa Kayuputih dan Desa Banyuatis serta sejumlah desa lainnya.
Tradisi nyakan diwang bertujuan untuk menyucikan lingkungan rumah dan dapur. Masyarakat melangsungkan nyakan diwang dipercayai untuk menyepikan dapur rumah serta diyakini bisa meningkatkan tali persaudaraan antara warga yang ada.
”Nyakan diwang ini merupakan tradisi sejak dulu. Dimana kegiatan ini kami yakini untuk menyucikan lingkungan dan dapur kami. Di lain itu pelaksanaan nyakan diwang ini dilakukan guna memupuk tali persaudaraan antara masyarakat satu dengan yang lainnya karena saat nyakan diwang yang dilakukan para masyarakat saling berkunjung antara masyarakat yang lainnya,” ujar Ida Bagus Kade Susila, warga Desa Banjar.
Dalam pelaksanaan nyakan diwang seluruh warga keluar rumah memadati jalan desa dan biasanya tradisi itu dilakukan di pintu masuk halaman rumah warga, keramaian dan keriuhan warga juga memberikan suasana berbeda saat tradisi usai Nyepi itu dilakukan secara bersamaan.
“Yang menarik dalam kegiatan ini, seluruh warga yang sedang melaksanakan kegiatan nyakan diwang saling mengunjungi dan ini tentunya menambah kekerabatan dan rasa persaudaraan,” ungkap Ida Bagus Susila.
Kelian adat Melanting, Desa Banjar, Ida Kade Ngurah mengatakan dalam pelaksanaan kegiatan nyakan diwang merupakan tradisi yang setiap tahun dilakukan oleh warga yang ada di Desa Banjar, dimana dalam kegiatan itu membawa makna tersendiri bagi warga.
“Tentu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut membawa makna dan pengertian bagi masyakat yang ada di Desa Banjar seperti halnya dengan adanya pelaksanaan tersebut sebagai alat memupuk kekerabatan serta tali persahabatan antara satu dengan yang lainnya bahkan dengan adanya kegiatan tersebut juga dipandang untuk menyepikan dapur yang ada di masing-masing keluarga sehingga kekotoran atau keregedan terjauh dari keluarga dan kebahagian keluarga kecil dapat terjaga melalui nyakan diwang,” papar Ida Kade Ngurah.
Tradisi nyakan diwang juga berlangsung di Desa Banyuatis yang dimulai Pukul. 00.00 wita, warga di desa berhawa dingin itu hampir seluruhnya berkumpul di jalan raya melakukan aktivitas memasak. “Sudah dari turun temurun dan kita sebagai generasi penerus untuk melanjutkan tradisi seperti ini,” ucap Agus Astapa warga Banyuatis.
Nyakan Diwang atau memasak diluar, merupakan satu tradisi yang harus tetap dijaga sebagai implementasi ajaran Tri Hita Karana, hubungan manusia dengan manusia, sebab memasak diluar itu hanya merupakan sarana untuk lebih mengakrabkan keluarga dengan keluarga lainnya dan sekaligus saling mengunjungi setelah melaksanakan Catur Berata Penyepian di Hari Suci Nyepi.
Penulis: Putu Dui Suartini (mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Hindu, Jurusan Pendidikan Dharma Acarya, STAHN MPU Kuturan Singaraja)
Editor: Francelino