BeritaOpini

CATATAN RINGAN: “KENAPA PEMIMPIN DI BALI BANYAK BUAT ATURAN, TAPI AKTUALIASI MINIM?”

BALI-JARRAKPOSBALI.COM – VIRUS CORONA (COVID-19) yang memporakporandakan dunia saat ini ternyata banyak memberikan pelajaran kepada umat manusia. Ternyata virus produk Cina ini mengembalikan memori manusia kepada kehidupan masa kecil terutama masa di duduk sekolahTaman Kanak-Kanak (TK).

Kalau boleh meminjam istilah “Memory Recall” milik Uyu Kuya di acara Rumah Uya, program di sebuah TV swasta, maka virus ini melakukan memory recall umat manusia bagaimana belajar cuci tangan saat duduk di bangku sekolah TK.

Nah, penanganan COVID-19 ini tidak terlepas dari pola hidup sehat, pola hidup bersih. Artinya kehidupan manusia harus jauh dari kotoran, jauh dari sampah.

Tapi faktanya, sampah selalu menjadi momok dalam kehidupan manusia seperti di dalam pola hidup masyarakat Bali. Sampah sulit dijauhkan dari kehidupan masyakarat.

Untuk mengatasi sampah, berbagai aturan dibuat baik di tingkat kabupaten dan kota hingga pemerintahan diatasnya. Banyak Perda dihasilkan oleh para pemimpin di daerah ini. Semakin banyak aturan yang mengatur sampah, jusrtu semakin sulit mengatasi sampah, hingga sang guru bernama COVID-19 datang untuk melakukan memory recall kepada seluruh umat manusia.

Aktivis lingkungan yang juga mantan anggota DPRD Bali, Nyoman Tirtawan, kembali angkat bicara soal sampah dan aturan sampah yang dibuat para petinggi di Bali (Gubernur, Bupati dan Walikota).

“Kenapa pemimpin di Bali banyak bikin aturan, seremonial dan ritual tetapi aktualisasi minim sekali. Sudah ada Perda Sampah dibuat lagi Pergub atau Perwali. Tetapi sampah tetap mencemari darat, sungai, dan laut di Bali,” ujar Tirtawan mengawali pembicaraan dengan media ini.

Seiring dengan itu, sejumlah pertanyaan disampaikan tokoh penyelamat uang rakyat Bali sebesar Rp 98 miliar anggaran Pilgub Bali 2018 di pos KPU Bali itu. “Apa karena tidak serius bekerja? Atau pura-pura baik saja? Atau pura-pura bekerja? Atau motivasinya untuk pengabdian hanya sebuah kepalsuan?” ucapnya.

Dengan penanganan sampah yang tidak konsisten dengan Perda Sampah dan atau aturan sejenisnya tentang penanganan sampah maka Tirtawan yang juga praktisi pariwisata itu sedikit sinis menyatakan, “Maaf, ngurus sampah ‘barang banke’ yang tidak mungkin melawan saja tidak mampu diurus, apalagi ngurus manusia yang pasti bisa melakukan resistensi!”

Bagi Tirtawan, mantan vokalis DPRD Bali periode 2014-2019, penanganan sampah adalah yang hal fundamental sehingga pata pemimpin di Pulau Dewata ini harus serius menanganinya dan jangan memberi PHP (pemberi harapan palsu) kepada masyarakat melalui perangkat lunak yang bernama Perda Sampah itu, padahal aktualiasasinya minim.

“Jadi, masyarakat jangan diajak bermimpi tinggi-tinggi jika hal fundamental masih rapuh,” tandas Tirtawan mengingatkan. “Semua negara maju atau negara makmur pasti bersih birokrasi dan lingkungannnya. Jadi untuk menuju maju dan makmur, pemimpin harus mampu mencipatakan bersih birokrasi dan berish lingkungan,” sambungnya lagi.

“Negara maju bersih lingkungan dan birokrasinya. Jika sudah bersih maka kita sehat. Jika kita sehat bisa produktif. Jika sudah bersih, terciptalah keindahan yg mampu menjadi daya tarik wisatawan. Bayangkan jika lingkungan jorok, kita gampang sakit dan otomatis yang kaya bisa jatuh miskin dan yang miskin bisa cepat mati. Rakyat menjadi deproduktif. Negara bisa bangkrut dan punah jika terserang wabah penyakit seperti COVID-19, jika lingkungn super jorok,” papar TIrtawan.

Pola dan semangat kerja para pemimpin yang tidak greget, sebut Tirtawan, diawali dengan pola pemilihan pemimpin yang menghalalkan cara-cara kurang demokratis. Pragmatisme politik versus depragmatisme kinerja oknum pemerintah untuk mempertahankan dan atau merebut kembali kekuasaan sangat dahsyat menggunakan organ-organ pemerintahan sampai tingkat terbawah. Namun dalam urusan kerja sangat kontra pragmatis!

Bayangkan, kata Tirtawan, dengan kebijakan dan kewenangan anggaran yang dimiliki pemerintah dalam mengurus sampah dan menjaga kebersihan alam dan lingkungan diterapkan seperti pragmatisme politik, maka alam Bali niscaya Bersih-Asri- Lestari. “Semua teknologi (composting-recycle-waste to energy sudah ada). Pemimpin tinggal mengorganisasi dengan policy dan regulasi,” ujarnya.

Para pemimpin Bali baik di tingkat provinsi maupun di level kabupaten dan kota harus mampu menciptakan ‘Bali Bersih’ ( tidak ada sampah disembarangan tempat seperti di pinggir jalan, selokan, sungai dan laut).

Menurut pandangan Tirtawan, pengendalian sampah adalah indikator peradaban bangsa, dan semua negara maju pasti memiliki sistem pengendalian sampah yang baik. “Jadi untuk bisa dicap sebagai pemimpin maju dan beradab harus mampu ciptakan KEBERSIHAN LINGKUNGAN,” tandas Tirtawan seraya menambahkan, “Kebersihan secara niskala itu adalah SUCI, dan secara skala ya BERSIH.”

Sebagai closing statement, Tirtawan menyatakan, “Di dalam pemikiran dan jiwa yang tulus, akan mengalir kebaikan-kebaikan dalam menjalankan visi-misi mulia.”

Penulis: Francelino
Editor: Jering Buleleng

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button