SINGARAJA-JARRAKPOSBALI.COM – Tokoh umat Muslim Buleleng, Bali, KH. Muhammad Maksum Amin menyatakan, banyak orang terpapar paham radikalime karena ayat yang didapatkan hanya sepotong- potong sehingga tidak mendapatkan makna yang sebenarnya secara utuh. Kondisi itulah yang menyebabkan aksi terorisme itu muncul ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kata KH Amin, paham-paham radikalisme belakangan ini disinyalir tersebar pada generasi muda. Tidak hanya belakangan ini berbagai isu menerpa bangsa. Mulai dari isu raja dengan kerajaan baru, agama, ras yang dimainkan untuk memecah belah persatuan bangsa ini.
Di hadapan peserta forum dari kalangan pemuda, anggota PC NU se- Buleleng itu KH Amin bercerita panjang lebar tentang banyak dari kalangan muda bahkan anak dan orang tua yang juga terjerat dalam jaringan kelompok radikalisme sampai mau membuat hal-hal dibatas apa yang diajarkan oleh agama Islam.
“Lagi-lagi ini masalah dangkalnya pemahaman soal agama dan ajaran Islam. Lebih lagi pengetahuan yang tidak diterima secara matang dan mendasar,” kata KH. Muhammad Maksum Amin di Forum Harmoni Buleleng bertajuk “Pemuda Islam Buleleng Rapatkan Barisan Tolak Radikalisme dan Terorisme”, Jumat (31/1/2020) di Gedung Pasunda Buleleng.
KH Amin mengungkapkan, bila merujuk dari kata radikalisme berasal dari kata radikal yaitu paham atau aliran yang radikal dalam politik. Kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan sikap itu dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan terorime berasal dari teror. Terorisme sudah menjurus kepada pelaku, jadi seseorang atau kelompok yang menggangu ketenangan orang lain. “Istilah-istilah inilah yang harus dipahami sehingga tidak menjadi momok yang menakutkan,” ungkapnya.
Celakanya, sambung dia, paham-paham seperti ini kerap kali dikaitkan dengan orang Islam. Sehingga Islam selalu dicap penganut paham radikalisme dan terorisme. Padahal, tambah KH Amin, sebenarnya jika dirunut dari awal radikal adalah keinginan kuat tergantung yang memupuk siapa yang membesarkan paham atau aliran tersebut.
Ia mengumpamakan, kalau yang menumbuhkan dan memupuk memiliki sikap negative dan watak buruk dan negative terhadap bangsa dan Negara. Maka akan timbul pertumbuhan radikal yang buruk pula. Demikian sebalik jika tumbuh dan subur oleh orang yang memiliki pikiran positif maka radikal juga akan positif.
“Satu contoh, keinginan para ilmuan, para intelektual mengajak masyarakat untuk berpikir bagaimana kemajuan bangsa dan Negara. Sehingga dituangkan dalam lembaga pendidikan, elemen pendidikan dan pendidikan lainnya. Pemikiran positif ini dikelola,” ungkap tokoh NU Buleleng itu.
Lalu bagaimana cara menangkal paham radikal itu? Ia menjawab, modal awal untuk menangkal paham ini dengan merapatkan barisan, baik dari elemen pemuda, tokoh, dan organisasi lainnya. Selain itu modal besar adalah keberagamaan dan kebersamaan. Dari sana mulai saling kenal mengenal satu sama lainnya hingga persatuan itu muncul.
“Maka tidak salah Kebhinekaan karena perbedaan itu menjadi modal untuk bersatu, saling menghargai dan hidup bertoleransi disetiap kehidupan. Sehingga usai pesta demokrasi ini kembali menyadar diri untuk kembali merawat perbedaan itu,” tegasnya.
Disisi lain Forum Harmoni Buleleng juga dirangkai dengan kegiatan PP Pergunu (Korwil IV Bali, NTB, NTT) Lewa Karma yang membuka acara Workshop sehari oleh PC. Pergunu Buleleng dengan menghadirkan nara sumber sekaligus motivator H. Aji Sugiarto, M. Kom. mengedukasi 80 orang guru NU di Buleleng
“Kegiatan ini dengan bertujuan sosialisasi smart card Pergunu dan bimbingan pembelajaran Efektif berbasis IT. Dengan harapan acara ini menjadi momentum untuk menguatkan semangat dan peran guru NU yang dimulai dari Buleleng,” pungkasnya.
Penulis: Francelino
Editor: Jering Buleleng