HARI PENDIDIKAN NASIONAL TANGGAL 2 MEI 2020.
Dunia Pendidikan, Kemerdekaan Belajar diuji ditengah Covid-19.
(sebuah dialog cerdas dengan Dr. Ners I Made Sundayana M.Si)
DUNIA pendidikan, kemerdekaan belajar seakan teruji di tengah berjangkitnya wabah COVID-19 ini, pastikan ini adalah sebuah hikmah yang harus digali dari hati nurani lewat pendidikan yang dilalui manusia yang paling dalam. Sudah pasti harus mampu memahami, mencari penyebabnya, pengobatannya yang diawali dengan pencegahannya pula. Dunia menjadi sunyi, tanpa arti, dan jujur virus COVID-19 ini menakutkan sekaligus mematikan manusia, bila lengah.
Pakar pendidikan, khususnya pendidikan kesehatan seakan mati suri dan tanpa arti. Para profesor di bidangnya hanya membesarkan diri dengan taksu sumpahnya terus mengikuti protokol pemerintah, bagaimana mengupayakan untuk mampu menekan angka kematian dengan ganasnya COVID-19 ini.
Sudah waktunya kita para generasi muda yang kebetulan bergerak di bidang kesehatan termasuk generasi muda secara umum saat ini, dengan bahasa dan aura hati yang paling dalam serentak mengucapkan, “Terimakasih atas jasa para pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu guru yang kontribusinya dalam generasi milenial bangsa ini dapat merayakan sekaligus memahami hari Pendidikan Nasional yang dirayakan setiap tanggal 2 Mei dengan kondisi tetap berada dirumah sekaligus tetap menysyukuri makna pendidikan kita.”
Inilah sederetan kalimat awal yang disampaikan dengan lembut penuh penegasan oleh Ketua STIKes Buleleng yang juga Ketua PPNI Kabupaten Buleleng, Dr. Ns. I Made Sundayana, S.Kep.,M.Si, ditemui di Kampus Dua STIKes Buleleng, tepatnya barat tempat rekreasi Air Sanih Kubutambahan sana. Sambil aktif menunjukkan beberapa fasilitas olahraga yang sudah selesai dan sedang dikerjakan mendekati finishing, termasuk ruang belajar dan multi usaha dari prodi Farmasi yang berlantai 4.
Diatas hamparan tanah lebih kurang 50 are, kampus dua STIKes Buleleng yang memang terancang untuk ruang belajar, Sport Center dan kegiatan non akademik sekaligus dimanfaatkan pengabdian masyarakat serta nantinya bisa juga untuk rekreasi (pesta kebun dan olah raga) keluarga secara umum guna melepaskan kepenatan kerja.
Dr Sundayana sangat mengagumi Bapak Pendidikan Bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang lahir pada tanggal 2 Mei tahun 1889 di Yogyakarta. Bapak Ki Hajar Dewantara betul-betul ditakdirkan untuk membangun dan menata awal pendidikan Indonesia pada masanya ditengah tekanan penjajah Belanda. Makna Slogan pendidikannya gampang dicerna dan suci untuk dilaksanakan, yaitu “seorang pendidik saat berada didepan sudah pasti sudah mampu menjadi contoh, dan saat ditengah mampu memberi semangat begitu saat beada dibelakang memberika support atau daya kekuatan. Yang dikenal dengan falsafah “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani”.
Dr Sundayana nencontohkan, saat pandemi COVID-19 ini dalam kondisi mencekam, beliau sejak awal Maret 2020, sudah memahami apa yang harus dilakukan. Kesempatan baginya langsung menggali, menelorkan ide-ide cemerlang ikut bergerak dengan penuh kehati-hatian dan optimis memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19, khususnya di wilayah Protokol Kabupaten Buleleng. Lanjut menyampaikan harapan kepada masyarakat secara umum, “Biarlah kami-kami yang bekerja ikut menangani wabah ini, kalian cukup di rumah, dan ikut mencegah penyebarab virus ini, dengan membiasakan rutin cuci tangan, jaga jarak serta selalu menggunakan masker.”
Alhasil dan harapan, masyarakat masih nampak belum semuanya mengindahkan petunjuk protokol pemerintah yang di undangkan. Mungkin ini ujian dunia pendidikan Indonesia termasuk karakter yang telah mungkin melenceng dari adat ketimuran yang dianut oleh bangsa Indonesia, afar Ibu Pertiwi kita tidak terus menangis guna menyelamatkan umatnya dari amukan virus Covid-19 ini.
Dr Sundayana menambahkan, keluarga yang baik adalah modal untuk meraih sukses, dan nilai-nilai karakter, knowledge dilanjutkan di bangku studi dengan sebuah kewibawaan potret dari para guru. Itu berarti pendidikan yang baik sudah pasti mampu memutus rantai kemiskinan, radikalisme sekaligus memutus rantai penyebaran virus COVID-19 yang sedang kita hadapi didepan mata.
“Selamat Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2020, Hidup Guru, terus hidup harapan dan semangat para Pahlawanku, Merdekakan diri dengan sebuah merdeka belajar, kubur idealisme, serta hidup maju terus pendidikan Bangsa Indonesia”.
Dengan mengangkat kedua tangannya, Dr Sundayana dengan cerdas mencontohkan sebuah “Analisis SWOT-nya” sekarang ini di depan kita sedang mewabah COVID-19 apa artinya sembahyang, seremonial dan krumunan yang sementara harus dicegah bila ingin selamat dari ancaman kematian dari wabah ini. Sepertinya Tuhan sudah tidak ada dikeramaian yang semu, tidak ada pada orang-orang yang munafik, sepertinya Tuhan tidak ingin disembah dengan cara diluar petunjukNYA (seremonial yang jauh dari keyakinan dan rasa syukur).
Merenunglah kita sejenak, apa sejatinya kelihatan yang belum pas dalam dunia pendidikan kita. Secara indikator teori, ada tersurat, kognitif, afektif dan psikomotor, yang mananya belum seimbang dalam menghadapi virus COVID-19 ini. Para pendidik tanpa terrkuali, dibawah para pakarnya, mungkin bagi kita sudah mampu menjawab sendiri-sendiri dalam hati, bagi sang Pencipta sudah waktunya menemukan jawaban saat kita sendiri dalam situasi harus tinggal dirumah, tersugesti untuk menjalankan ajaranNYA yang benar dan benar-benar berkualitas dari hati yang paling dalam merasa terpanggil untuk selalu bersyukur lanjut berterima kasih, dari apa yang telah kita nikmati, mumpung masih diberikan waktu untuk terus berbenah dan berbenah.
Contoh konkrit, sekolah harus tutup (bekerja dan belajar dirumah dengan sebuah kemerdekaan), keramaian sementara juga harus terhenti untuk mampu terus jaga jarak, Mesjid, Pura, Gereja, Wihara, Konco harus juga ditutup.
Disinilah kesempatan penting para generasi milenial Indonesia untuk bangkit dewasa dan cerdas untuk jangan lengah dan lupa pada para pendahulu bangsa yang mandi darah saat perjuangan menuju kemerdekaan bangsa Indonesia dengan pancasila menjadi falsafah negara hingga hari ini dan seterusnya. Termasuk segera lahir pemahanan tentang “Sankan Paraning Numadi” (dari mana, untuk apa, dan siapa memberikan kesempatan untuk hidup di dunia fana, maya ini), sudah pasti beliaulah Tuhan Yang Maha Esa. Sudah waktunya pemahaman dan implementasi tentang, Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Tantangan/ancannan dalam hidup ini sebagai bumbu penyedap menuju kehidupan prima yang intisarinya ada di “Analisis SWOT” termasuk dalam upaya menaklukkan virus Covid-19 ini.
Di akhir wawancaranya, (Sang Ketua, sudah mengkemas janji untuk ketemu Pengurus PPNI Provinsi Bali di Singaraja melihat langsung kondisi COVID-19 ini), Dr Sundayana lebih menekankan, sebuah desa, kota, daerah, termasuk negara Indonesia, tidak akan maju dan sadar lahir batin tanpa sebuah kualitas pendidikan. Kita semua sudah harus meyakini hal itu yang dimulai dari diri kita, lanjut keluarga dan masyarakat secara berbangsa dan bernegara.
Dengan gaya guyonannya, sambil senyum tipis yang penuh makna, mari segera lahirkan sikap patriotisme bangsa baik selaku pendidik, pakar, pemerhati, dan masyarakat secara umum, untuk segera tampil menjadi contoh yang elegan, baik saat berada di garda depan, memberi semangat saat berada ditengah-tengah dan memberi daya kekuatan mengkuti, saat berada di belakang, sekali lagi jangan diplesetkan falsafah pendidikan kita Bapak Ki Hajar Dewantara yang teruji ampuh.
Termasuk keberadaan lembaga kita yang selangkah lagi mampu menambah MOU dengan negara yang lain lagi, untuk tetap meningkatkan Go Internasional lewat tangan trampil generasi milenialnya yang sedang saling menata diri meramu perbedaan menjadi sebuah percontohan menuju puncak Visi, Misi strategi dan tujuan lembaga STIKes Buleleng. Hindari dalam mewabahnya virus ini dipakai sandaran untuk menjadi rapuh alias tidak bangkit, optimislah semua badai sudah pasti mencari jalan untuk segera berlalu dan menyudahi, serta virus COVID-19 ini segara berlalu pula untuk pamit serta ambil koper bawaannya setelah sempat menguji sekaligus menjadi juri mengenai keimanan manusia untuk segera kembali kehabitatnya.
Namun Dr Sundayana punya keyakinan, dengan ujian untuk biasa cuci tangan, selalu jaga jarak dalam arti luas, membiasakan dengan masker bila dipentingkan, segera akan mampu mencegah penyakit, sehingga menuju jalan kedamaian diri, dengan berkeyakinan yang tinggi, toleransi yang indah akan lebih cepat tercapai.
Semoga COVID-19 ini memberi cemeti untuk kemajuan pendidikan di Indonesia, yang estatetnya ada di generasi milenial kita. Semoga!
Penulis: Drs I Ketut Pasek, MM (Wakil Ketua IV STIKes Buleleng)
Editor: Francelino