KWS PAKISAN-GATE: DIDUGA KORUPSI, PENGADAAN POHON DOUBLE ANGGARAN, JUMLAH SEMEN BERLEBIHAN
SNGARAJA-JARRAKPOSBALI.COM – Indikasi dugaan mark-up anggaran pembangunan Kolam Wisata Selfie (KWS) di Banjar Dinas Pakisan, Desa Pakisan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali, kian terkuak.
Kendati Pemdes Pakisan bersama panitia berusaha terus mencari pembenaran diri termasuk (kata Sekretaris Desa Pakisan Agus Eka Apriandala) mengundang tim Inspektorat Kabupaten Buleleng untuk mengaudit pembangunan KWS itu, tetapi borok dugaan tindak pidana korupsi makin terbuka.
Data yang diperoleh Balieditor.com menyebutkan bahwa dugaan mark-up anggaran yang menjadi pembuka pintu tindak pidana korupsi, sangat jelas. Pertama, anggaran untuk pembelian shower. Terdapat lima unit shower. Tiap unit shower itu meliputi tiang penyanga dari beton dan shower. Dalam RAB 2019, lima unit shower itu dianggarkan Rp 19 juta.
“Kalau untuk shower ini maksimal Rp 500 ribu per unit, sudah termasuk upah kerja. Jadi, dikalikan 5 unit berarti Cuma Rp 2,5 juta.Tapi RAB Rp 19 juta, itu darimana angka itu,” ungkap Made Jaya Sukerta, manan Wakil Ketua BPD Pakisan, di sela-sela audit tim Inspektorat Buleleng di lokasi KWS Pakisan, Rabu (22/1/2020) siang.
Bukan hanya itu, mark-up harga maupun jumlah barang juga terjadi terhadap pembelian semen. Sukerta menyebutkan, dalam RAB tercantum bahwa semen yang dibutuhkan sebanyak 1.711 sak dengan harga Rp 61 ribu yang beratnya 40 kg.
“Kalau dihitung maka jumlah semen yang diperlukan tidak sampai sebanyak itu, paling banyak 500 sak. Masalah harga juga tidak segito kalau dibeli dalam jumlah besar. Kalau semen yang 40 kg itu kalau dibeli dalam jumlah grosir atau jumlah banyak, bisa dapat Rp 48 ribu per sak kok. Atau taruh Rp 52 ribu per sak. Rp 61 ribu itu kan hitungan harga eceran, mana ada sebuah proyek belanja bahannya eceran,” ungkap Sukerta yang juga seorang kontraktor bangunan itu.
Dengan jumlah semen 1.711 sak dikalikan Rp 61 ribu per sak maka anggaran yang dihabiskan adalah Rp 104.371.000. Tetapi kalau 500 sak dikalikan Rp 61 ribu maka hanya memerlukan Rp 30.500.000. Berarti dugaan mark-up anggaran untuk pembelian semen sekitar Rp 73.871.000.
Tetap bila dibeli dengan harga grosir (jumlah banyak) dengan Rp 48.000 maka jumlah 1.711 sak sesuai RAB itu hanya mengeluarkan Rp 82.128.000. Atau sesuai dengan hitungan riil penggunaan semen hanya 500 sak maka anggaran yang dibutuhkan cuma Rp 24.000.000.
“Semen sebanyak itu untuk apa? Ini sudah ada kolam, hanya merehab bukan bangun baru. Yang dicor Cuma lantai kolam saja, sedangkan dindingnya tidak dicor dan tidak diisi besi. Cuma isi kawat jaring dan hanya diplester,” ungkap Sukerta lagi.
Bukan hanya itu, pos anggaran untuk pengadaan pohon tahun 2019 hingga kini tidak terealisasi alias tidak pohon satu pun yang ditanam sesuai RAB 2019. Namun anehnya tahun 2020 ini kembali dianggarkan untuk pengadaan pohon dan tanaman. “Tidak ada pohon, sedangkan anggaran sudah keluar di tahun 2019. Tahun 2020 ini dianggarkan lagi, apa logis? Ini benar-benar sudah korupsi. Saya kecewa sekali,” paparnya.
Anehnya lagi anggaran yang dipakai untuk ruang ganti. Ruang ganti ukurannya mungil tidak lebih dari 1,5 meter dan sebanyak 5 kamar ganti itu menghabiskan Rp 71,7 juta. Loker barang sebanyak 50 kotak dianggarkan Rp 45,1 juta, begitu pula loket tiket yang kecil mungil dianggarkan Rp 24,7 juta.
Hasil investigasi Balieditor.com menyebutkan bahwa anggaran untuk parkir mobil sebesar Rp 40,6 juta; kemudian parkir motor sebesar Rp 14,3 juta. Papan nama juga tidak kalah besarnya yakni Rp 8,4juta.
Anggaran gerbang pun lumayan besar yang tidak logis. Misalnya, gerbang utama menghabiskan dana Rp 19,9 juta, dan gerbang tengah menelan biayasa sebesar Rp Rp 11,3 juta. Anggaran tempat makan juga tidak kalah menguncang hati. Tempat makan 1 menelan biara sebesar Rp 42,6 juta, tempat makan 2 menelan biaya Rp 129 juta, dan kantin yang bangunannya tidak terlalu besar malah dianggarkan Rp 93,6 juta.
Lucunya, kolam renang yang Cuma merehab kolam lama yakni cor lantai, pemasangan keramik di lantai dan dinding, serta dindingnya cuma diplester (bukan dicor) menghabiskan anggaran sebesar Rp 316 juta. Tempat duduk dianggarkan Rp 15,5 juta, Pumproom senilai Rp 116,3 juta; serta tempat sembahyang dianggarkan Rp 21 juta.
Penulis: Francelino
Editor: Jering Buleleng