Oleh: Nyoman Sarjana, SE, Almuni Jurusan Ekonomi Manajemen STIMAN (Sekolah Tinggi Manajemen) Taman Pendidikan 45 Denpasar, tahun 2002
“Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi resiko wabah ini, itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru,” demikian Presiden RI Joko Widodo, dalam pernyataan resminya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (15/5/2020).
PERNYATAAN Presiden Joko Widodo ini memberikan harapan baru bagi kehidupan masyarakat di tengah cengkraman wabah virus corona (COVID-19). Apakah new normal yang diproklamirkan Presiden Jokowi itu sudah jelas konsep dan pemahamannya sehingga tidak ada tudingan di kemudian hari bahwa Presiden Jokowi bukan sekedar bermain di kemasan kata-kata dan istilah untuk menenangkan hati masyarakat?
Dr Hans Henri P.Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, memberikan panduan untuk negara-negara Eropa yang akan menerapkan new normal. Dr Hans Henri P. Kluge menguraikan setiap langkah untuk meringankan pembatasan dan transisi dalam penerapan new normal, perlu ada kepastian sebagai pra-syarat:
• Terbukti bahwa transrnisi Covid-19 telah dikendalikan;
• Kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, rnenguji, melacak kontak dan meng karantina;
• Mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan rnental dan pemukiman padat;
• Pencegahan di tempat kerja ditetapkan, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan;
• Risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan; dan
• Masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi.
Nah, melihat pra-syarat yang dikemukakan Dr Hans Henri P. Kluge tersebut di atas, maka pemerintah sudah seharusnya melakukan evaluasi terhadap perkembangan setiap situasi yang terjadi dari hari ke hari hingga sampai pada titik penentuan new normal, sehingga tidak lagi terjadi perdebatan dan kepanikan dalam penerapan kebijakan tersebut.
Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah pada new normal adalah economy recovery atau pemulihan ekonomi. Mengamati kajian awal Kemenko Perekonomian untuk melakukan recovery ekonomi ada beberapa fase seperti dikutip dari Tempo.co.
FASE I (1 JUNI 2020):
• Industri dan Jasa Bisnis ke Bisnis beroperasi dengan social distancing dan persyaratan kesehatan.
• Toko, pasar, dan mall belum boleh beroperasi, kecualikan untuk toko penjual rnasker dan fasilitas kesehatan
• Sektor kesehatan beroperasi penuh dengan memperhatikan kapasitas sistem kesehatan
• Berkumpul maksimal 2 orang di dalam suatu ruangan, olahraga luar ruang belum diperbolehkan.
FASE II (8 Juni 2020):
• Toko, pasar, dan mall diperbolehkan pembukaan toko-toko tanpa diskriminasi sektor dengan menerapkan protocol ketat.
• Usaha dengan kontak fisik belum boleh beroperasi.
• Kegiatan berkumpul dan olahraga outdoor belum diperbolehkan.
FASE III (15 Juni 2020):
• Toko, pasar dan mall pada fase kedua. Evaluasi pemukaan salon, spa, dan lain-lain dengan protokol ketat.
• Kegiatan kebudayaan diperbolehkan dengan menjaga jarak.
• Kegiatan pendidikan di sekolah dilakukan dengan sistem shift sesuai jumlah kelas.
• Olahraga outdoor diperbolehkan dengan protokol.
• Evaluasi pembukaan tempat pernikahan, ulang tahun, kegiatan sosial hingga 10 orang.
FASE IV (6 Juli 2020):
• Pembukaan kegiatan ekonomi seperti di fase 3 dengan tambahan evaluasi.
• Pembukaan bertahap restoran, kafe, bar, tempat gym dan lain-lain dengan protokol kebersihan ketat.
• Kegiatan outdoor lebih dari 10 orang.Pelisir ke luar kota dengan pembatasan jumlah penerbangan.
• Kegiatan ibadah dilakukan dengan Jemaah terbatas. Dan membatasi kegiatan berskala lebih dari yang disebutkan
FASE V (20-27 Juli 2020):
• Evaluasi untuk fase 4 dan pembukaan tempat-tempat atau kegiatan ekonomi lain daam skala besar.
• Akhir Julia tau awal Agustus, seluruh kegiatan ekonomi sudah dibuka. Tetap mempertahankan protokol dan standar kebersihan dan kesehatan yang ketat
• Evaluasi secara berkala, sampai vaksin bisa ditemukan dan disebarluaskan
Nah, mencermati fase-fase recovery ekonomi hasil kajian Kemenko Perekonomian, memang cukup memberikan harapan kepada public. Hanya saja, pelaksanaan new normal ini tidak serta merta berjalan mulus seperti kajian tersebut di atas. Ini sebabkan oleh beberapa faktor seperti rasa jenuh masyarakat yang terlalu lama dikurung bakal menimbulkan resistensi dengan mengabaikan sejumlah pra-syarat dan anjuran pemerintah dalam masa new normal tersebut. Dan lembeknya penegakan aturan COVID-19 yang selama ini terjadi, dimungkinkan untuk terulang kembali di masa new normal.
Bila demikian adanya, maka pertanyaan adalah apakah “New Normal” yang dijanjikan Presiden RI Joko Widodo sebagai tatanan kehidupan baru adalah sebuah keniscayaan atau hanya sebuah halusinasi?