DENPASAR, jarrakposbali.com | Dalam Rangka Memperingati Hari Ulang Tahun ke-42 Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), secara virtual di ruang kerja Dekranasda Bali, Jaya Sabha, Denpasar, Sabtu (26/2).Ditengah pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih mengalami penularan antara satu orang ke orang yang lainnya, mengharuskan semua pihak dan instansi terkait meminimalisir pertemuan atau kegiatan tatap muka dengan jumlah yang banyak.
Hal ini juga dilakukan khususnya saat peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Namun kegiatan peringatan tetap dilakukan, dengan melaksanakan pertemuan via virtual, dan menghadirkan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster sebagai narasumber yang membawakan materi tentang bagaimana sebuah karya lokal harus dilestarikan dan dipertahankan sebagai ciri khas dan kekayaan tersendiri bagi satu wilayah, yang pada masa kedepannya memiliki nilai tawar tinggi.
Harga, kualitas, kuantitas tentu sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang ada, karena sebuah karya akan menjadi istimewa pada saat karya itu (kain tenun tradisional, perhiasan logam, ukiran dan kerajinan tangan lainnya) digunakan dengan penuh rasa bangga oleh warga penghasil karya tersebut.
“Tugas kita hanya melahirkan karya terbaik sesuai dengan ciri khas wilayah kita. Kita gunakan dulu hasil kerajinannya kemudian kita lestarikan dan kemudian baru kita pasarkan. Jangan sampai karya kerajinan yang kita buat, digunakan terlebih dahulu oleh pihak luar, dan kemudian ditiru lalu dijual dengan harga yang sangat murah. Mari kita lestarikan kerajinan lokal kita dan kemudian kita sejahtera bersama, karena dibawa ada barang yang tercipta, maka akan ada pembeli yang menggunakan dan terakhit akan mampu menjadikan kerajinan tersebut paten sebagai milik satu daerah tertentu,” tegas Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ny. Putri Koster.
Sejak penghujung 2020 Dekranasda Provinsi Bali sudah melaksanakan upaya meningkatkan kondisi perekonomian akibat pandemi terus dilakukan dengan merangkul IKM/ UMKM yang bergerak khusus di sektor kerajinan. Disampingnya itu, di Bali sudah dilaksanakan pameran secara bergiliran antar Kabupaten/ Kota selama satu tahun penuh, yakni sepuluh (10) kali pameran IKM dalam setahun.
“Jangan sampai menyesal kita tidak bisa mengawal kelestarian kerajinan lokal yang ada krena sistem dan pola yang kurang tepat. Jangan sampai terlalu sibuk untuk berinovasi namun lupa cara dalam melestarikan kerajinan lokal yang merupakan warisan budaya. Tetapi jangan sampai juga kita memiliki keinginan untuk melestarikan namun takut berinovasi. Sehingga Dekranasda Provinsi Bali selalu menanamkan prinsip untuk “menjaga Indonesia dari Bali, kita kuat di karya tradisi namun tetap mampu mengikuti perkembangan jaman. Dengan kata lain yang tradisi berkembang dengan inovasinya, dan yang inovasi akan tetap berakar pada tradisinya,” tegas Ny. Putri Koster.
Tenun tradisional memang tidak bisa di centra industrikan (produksi di satu tempat dengan alasan bisnis semata), karena jika itu dilakukan maka secara perlahan akan mematikan IKM/ UMKM dan perajin yang ada didaerahnya masing-masing.
Karena seperti yang terjadi saat ini, motif kain songket milik Bali ditemukan atau dipindah wahanakan ke bordir mesin yang produksi dalam jumlah banyak yang dijual dengan harga murah, sehingga menghancurkan pasar. Sehingga yang harus kita lakukan bersama adalah membiarkan kain-kain tenun hidup didaerahnya sendiri, nusantara silahkan ikut menjual dan dunia silahkan memakainya, dengan tujuan mampu menembus ranah kesejahteraan, karena daerah Indonesia yang kaya raya harus mampu mempertahankan kekhasannya dan saling mempertahankan kearifan lokal masing-masing wilayahnya.
Kualitas produk dan sumber daya manusia yang berasal dari jiwa entrepreneur juga menjadi hal yang mampu menjual pada masa yang akan datang.
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang bertugas untuk menjaga kerajinan didaerahnya masing – masing. (td/JP).