Pengempon Pura Pasek Gaduh Ajukan Upaya Hukum Baru
Pewaris Non Hindu Diduga Gunakan Silsilah Palsu
Badung, JARRAKPOS-Bali.com | Pengempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara dipastikan akan melakukan upaya hukum baru untuk mempertahankan hak atas pura dan laba pura karena sebelumnya pihak waris atau penggugat (beragama Hindu) dinyatakan menang melalui putusan di Pengadilan Tingggi dan Mahkamah Agung justru dikalahkan melalui putusan PK (Peninjauan Kembali) yang akhirnya menyatakan perkara dimenangkan oleh ahli waris yang sudah beralih agama atau keyakinan (tergugat). Setelah melakukan koordinasi dan pengumpulan data oleh Tim Advokasi Desa Adat Canggu bersama Tim Pengacara dari Semeton Pasek Gaduh Canggu, maka kini ditemukan celah upaya hukum baru. Bahkan pemenang perkara saat ini yang tidak bisa melakukan eksekusi karena ada tekanan secara politis dari DPRD Provinsi Bali dan Parisadha Hindu Dharma Pusat, terancam bisa dilaporkan balik karena ada berkas perkara berupa Silsilah Waris terindikasi dipalsukan.
Ketua Tim Advokasi Desa Adat Canggu, I Made Sudiana, SH. M.Si mengatakan, perkara di Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara dipastikan akan memasuki babak baru. Ia menjelaskan tim advokasi dan tim pengacara sudah melakukan kordinasi dan rapat rutin untuk memastikan beberapa materi baru yang bisa dijadikan bukti-bukti untuk melakukan upaya hukum baru ke pengadilan. Mantan orang nomer dua di Kabupaten Badung ini bahkan mengungkapkan salah satu bukti baru berupa silsilah yang dimiliki oleh pewaris non Hindu dalam perkara hukum sebelumnya tidak memiliki kekuatan hukum. “Telah terungkap ada beberapa celah hukum, nah dalam hal ini salah satunya ditemukan adanya kejanggalan silsilah yang dipakai dasar keputusan di PK. Sesungguhnya silsilah itu menurut dari penggugat tidak sah apalagi tidak di sahkan oleh pejabat yang terkait,” ungkapnya di Badung, Kamis (19/9/2019).
Dari satu hal itu saja Made Sudiana bahkan memastikan ada dua celah upaya hukum yang bisa dilakukan yakni melaporkan masalah tersebut ke ranah pidana (kasus pemalsuan silsilah) maupun sebagai dasar untuk melakukan gugatan atau upaya hukum baru di pengadilan. Tetap ditegaskan, Tim Advokasi Desa Adat Canggu dan Tim Pengacara Semeton Pasek Gaduh Canggu tidak mau gegabah dalam menangani kasus yang sangat sensitif ini. Ditanya apakah masih terbuka upaya damai? Made Sudiana justru menanggapi serius persoalan yang ada karena sudah memasuki ranah hukum. Itupun ditegaskan akan bisa terjadi bila ada pihak yang bisa bersikap netral untuk melakukan mediasi sehingga nanti diharapkan ada kompromi. Namun pihaknya tetap menegaskan sangat terkejut mengetahui putusan PK yang mengalahkan krama Hindu yang sekaligus dinilai sangat mengancam eksistensi dan kearifan lokal masyarakat Bali. “Nah tentu ini merupakan dasar bagi desa adat dan majelis atau parisada untuk berpikir lebih serius, karena kalau kita melihat keputusan PK itu kan mengancam eksistensi desa adat, budaya dan agama Hindu kan gitu,” tegasnya.
Untuk mematangkan lahkah selanjutnya Tim Advokasi Desa Adat Canggu akan melakukan rapat pada tanggal 22 September 2019, dilanjutkan dengan rapat gabungan yang sedang dijadwalkan bersama Tim Pengacara dari Semeton Pasek Gaduh Canggu. Rapat strategis upaya hukum gugatan baru ke Pengadilan Negeri Denpasar dipastikan mengedepankan kehati-hatian dalam menyajikan data dan fakta agar nanti dalam persidangan tim ini menegaskan akan sangat konsen dan serius tidak hanya untuk membela kepentingan dan hak dari Pengempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara saja, namun lebih jauh demi keajegan manusia dan alam Bali. Terkait dengan silsilah waris yang digunakan pihak tergugat di pengadilan, kini sudah dikuatkan bukti surat pernyataan dari I Nengah Jawiarsa yang merupakan mantan Kepala Dusun Banjar Babakan. Dimana ia menerangkan saat menandatangani silsilah yang dimaksud dalam kondisi sakit sehingga kurang teliti. Karena ia menyangka menandatangani silsilah pada tanggal 23 Juli 1983 sama dengan kesepakatan silsilah para ahli waris yang sebelumnya telah ada dan disepakati tanggal 7 Desember 1981. eja/ama