
SINGARAJA, jarrakposbali.com – Puluhan krama (warga) Desa Adat Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, mendatangi Sekretariat Desa Adat Banyuning untuk mempertanyakan aset desa adat mereka.
Krama Desa Adat Banyuning mendatangi kantor yang berada di Jl. Gempol No. 47 itu pada hari Jumat, 9 Juni 2023 pagi dengan berpakaian adat Bali.
Kedatangan mereka yang mendapat sambutan dari pimpinan Desa Adat Banyuning pun langsung mempertanyakan mengenai aset yang dikontrakan, juga aset-aset lainnya.
Perwakilan krama, Gede Pasek Sriada; menjelaskan bahwa terungkapnya aset yang menjadi pertanyaan krama pada bulan Desember 2022 lalu, setelah adanya revisi awig-awig (aturan) tahun 1986 dari Tim Revisi Desa Adat Banyuning.
Tim tersebut terbagi menjadi bagian palemahan, parahyangan, dan pawongan, yang ada koordinatornya masing-masing.
Revisi ini dilakukan sebagai upaya penyesuaian aturan dengan kondisi terbaru sesuai perkembangan zaman, yang idealnya, lanjut Pasek Sriada, revisi dilakukan setiap 10 tahun sekali.
Sehingga dengan adanya temuan data aset-aset desa adat tersebut, krama kemudian mempertanyakan serta meminta pertanggungjawaban dari kelian dan prajuru desa adat.
Aksi damai krama ini juga sebagai bentuk protes lantaran terkait aset-aset tersebut tidak pernah ada pembahasan seperti kontrak ataupun sebagainya dalam paruman (rapat) desa.
“Yang dikeluhkan masyarakat, tidak adanya transparansi dari kelian desa adat terkait lahan druwen desa adat yang dikontrakan,” ujar Pasek Sriada.
“Kenapa dikontrakan? Memangnya desa ini kekurangan apa? Kok bisa dikontrakan tanpa sepengetahuan dari krama?” tanyanya heran.
“Jadi itu-lah yang memicu aksi damai dari krama desa adat, karena memang tidak ada paruman, hasil pertanggungjawabannya tidak ada,” tambahnya.
“Kita tidak akan menuju ke arah hukum ya, tapi biar transparan aja sih sebenarnya,” imbuhnya.
Sementara itu, mewakili Kelian, Bendahara Desa Adat Banyuning, Ketut Arnawa; membenarkan adanya jual beli serta kontrak aset, sebagai bentuk dukungan dana untuk membangun Pura Segara.
Ini lantaran dana BKK Provinsi Bali tahun 2020-2021 yang tidak cair, dan pembangunan Pura Segara yang memerlukan dana sebanyak Rp794 juta.
“Nah yang dua are milik Pura Segara itu, kita karena kekurangan dana pembangunan Pura Segara yang mengabiskan sampai Rp794 juta. Dan dana BKK dari pada provinsi tidak cair selama dua tahun, 2020 dan 2021,” jelasnya.
Arnawa melanjutkan bahwa Desa Adat Banyuning memiliki empat wilayah banjar adat yakni wilayah barat, timur, tengah, dan utara. Dan sesuai dengan awig-awig tahun 1986, tiap wilayah tersebut memiliki perwakilan atau representasi masyarakat yang disebut kelian banjar.
“Jadi, kelian-kelian banjar itu representasi dari krama banjar, krama desa keseluruhan. Mereka sudah menandatangani dan menyetujui bahwa tanah itu disewakan. Cuma mekanismenya tidak melalui paruman desa gede yang diharapkan oleh mereka (krama),” ujarnya.
“Tapi dari segi perwakilan, kelian banjar adat itu sudah mewakili banjar-banjar yang ada,” tambahnya.
Meskipun pertemuan berlangsung alot dan tegang dengan saling tanya jawab antar krama dan prajuru hingga ada aksi gebrak meja, namun pertemuan itu menghasilkan keputusan penting.
Yakni Desa Adat Banyuning akan menggelar paruman desa gede sebagai lanjutan penyelesaian polemik aset desa adat pada hari Rabu, 14 Juni 2023. (fJr/JP)