Oleh: Francelino Xavier Ximenes Freitas/Alumni San Diego State University (SDSU), San Diego, California, USA
LAGI-LAGI hari raya besar agama Katolik dirayakan umatnya di rumah (pray at home). Ya, Hari Raya Pentakosta yang jatuh pada Minggu tanggal 31 Mei 2020 hari ini. Misa kudus perayaan Hari Raya Pentakosta kali ini dirayakan secara sunyi senyap. Karena tidak ada perayaan meriah di gereja-gereja seperti masa-masa pra wabah virus corona (COVID-19).
Proteskah? Tidak. Tidak pernah terpikirkan untuk memprotes larangan berkumpul dalam jumlah banyak termasuk di gereja, oleh pemerintah. Karena setiap kebijakan pemerintah pasti untuk kepentingan warganya terutama keselamatan warganya. Jadi? No protest bro!
Dalam ajaran Gereja Katolik, Hari Raya Pentakosta adalah hari lahirnya Gereja; hari turunnya Roh Kudus ke atas para Rasul. Peristiwa Pentakosta turunnya Roh Kudus adalah sebuah titik awal yang membangkitkan semangat para rasul yang sebelumnya takut, bersembunyi, tidak berani tampil, kini dengan keberanian yang dipenuhi Roh Kudus mewartakan Yesus yang bangkit kepada segala bangsa.
Hari raya Pentakosta dirayakan tujuh minggu atau 50 hari sesudah Hari Raya Paskah (Hari Kebangkitan Yesus).
Romo Fransiskus Emanuel da Santo, PR, Sekretaris Eksekutif, Komkat KWI, Jakarta, dalam renungan Pentakosta hari ini, menyatakan bahwa para rasul bersama beberapa perempuan serta Maria dan saudara-saudara Yesus berkumpul dan berdoa di suatu rumah (Kis 1:13-14). Ketika itulah Roh Kudus turun atas mereka. Roh Allah yang digambarkan dengan lidah-lidah api itu bertebaran dan hinggap pada tiap-tiap rasul. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan Roh Kudus bukanlah pengalaman masal saja, juga bukan pengalaman beberapa orang terpilih, tetapi pengalaman semua murid secara pribadi.
“Roh Kudus merupakan daya ilahi yang dengan-Nya Allah tampak dan berkarya dalam dunia manusia. Roh Kudus yang adalah kekuatan dan daya ilahi itu menampakkan diri dalam berbagai rupa dan bekerja dalam berbagai cara, Kadang Roh itu hadir sebagai daya ajaib, kadang memberi kemampuan untuk mengajar, memimpin, melayani, dan sebagainya. Dalam peristiwa ini kehadiran-Nya berkaitan dengan bahasa, pewartaan, dan kuasa untuk berbicara (ay.4),” papar Romo Fransiskus.
Roh Pentakosta merupakan Roh Nubuat: Ia membantu para murid memahami Firman Tuhan dan mendorong mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain. Roh Pentakosta adalah Roh Pewartaan (bdk. Kis 4:8,31). “Para rasul yang dipenuhi dengan Roh Kudus menjadi mampu berkata-kata tentang perbuatan-perbuatan besar dari Allah, yaitu segala yang dilakukan Allah melalui Yesus Kristus. Roh ini juga menjadi kekuatan yang diberikan kepada para murid untuk menjadi saksi Kristus sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Orang-orang Galilea itu sanggup berbicara tentang Yesus Kristus dengan bahasa yang dapat dipahami oleh orang-orang yang datang dari segala penjuru dunia,” urainya lagi.
Mencermati uraian Romo Fransiskus yang diambil dari Injil, maka Roh Kudus yang turun hari ini (HR Pentakosta) versi dunia zaman now, menjadi penolong bagi para rasul untuk menjadi saksi Kristus, mewartakan kabar gembira yang dibawa Yesus; dan Roh Kudus telah mengubah mereka, menjadi semakin berani.
Roh Kudus mendorong orang beriman untuk berani memberi kesaksian tentang karya keselamatan Kristus. Kita pun yang menerima Roh Kudus yang sama, kiranya bersedia untuk diperbaharui, menjadi manusia baru. Hidup dalam semangat baru, semangat Roh Kudus, semangat kasih dan pengampunan, semangat keberanian dan sukacita untuk terus mewartakan Kristus di zaman penuh tantangan ini dengan keyakinan bahwa, Roh Kudus yang diutus oleh Bapa dalam nama Yesus, “Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”.
Dengan sifat dan kekuatan seperti dijabarkan di atas maka perlu kita refleksikan bahwa Roh Kudus itu bukan sekedar penghibur, tetapi berperan menjadi pembela, sehingga para murid, kita semua mendapat kekuatan untuk memperjuangkan apa yang benar dan bernilai di hadirat Allah.
Nah, bagaimana dengan kehidupan manusia dalam situasi dunia yang dicengkram oleh wabah COVID-19? Situasi COVID-19 membuat manusia bisa dilihat dari beberapa kelompok secara filsafat. Yakni kelompok manusia lemah iman dan kelompok manusia beriman.
Bagi kelompok lemah iman, selalu memandang setiap peristiwa yang terjadi di era COIVD-19 dari kacamata keakuannya, kacamatan duniawi. Mereka menjadi kelompok OSP (ORANG SOK PINTER) yang berlindung di balik tradisi tertentu untuk menyerang dan menyalahkan orang lain termasuk segala kebijakan pemerintah.
Kelompok OSP ini mengabaikan firman Tuhan dan campur tangan Roh Kudus dalam setiap langkah dan pikiran mereka. Mereka tidak memberikan ruang kepada Tuhan untuk berkarya di dalam hati mereka sebagaimana para Rasul memberikan tempat bagi Roh Kudus untuk mengurapi mereka sebagai pewarta Kabar Gembira.
Sementara kelompok beriman selalu memandang segela sesuatu yang terjadi dari kacamata iman dan firman. Bahwa wabah COVID-19 ini sebagai peringatan Tuhan kepada manusia yang saat ini terlena dalam kemajuan teknologi, sekaligus untuk mengajak umat manusia untuk berpaling pada FirmanNya.
Maka itu wacana New Normal yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) merupakan kehidupan baru Bangsa Indonesia yang pantas dan layak disambut semua pihak. Sebagaimana Hari Raya Pentakota sebagai hari lahirnya Gereja dengan ditandai turunnya Roh Kudus, maka mari kita bersama-sama sambut lahirnya New Normal sebagai Era Kebangkitan Tatanan Kehidupan Baru.
Maka itu, di akhir refleksi ini saya mengajak semua umat manusia, mari kita berdoa, “Utuslah Roh Kudus-Mu ya Tuhan, dan perbaharuilah hati dan hidup kami sepanjang masa. Amin.”
Selamat merayakan Hari Raya Pentaskota, semoga kita menjadi pewarta sejati Kabar Gembira! ***