Oleh: Francelino Xavier Ximenes Freitas/Alumni San Diego State University (SDSU), San Diego, California, USA
HARI ini merupakan hari raya besar bagi umat Katolik karena secara mundial, umat pengikut Kristus merayakan Hari Raya Kenaikan Yesus ke Surga. Tetapi saya malah bangun jam 8 karena merasa hari ini sama saja dengan hari-hai biasa lainnya.
Tidak ada kesan hari raya besar, tidak ada bisikan di telinga untuk pergi ke gereja menghadiri misa kudus sebagaimana tradisi orang Katolik. Pagi ini benar-benar saya manja-manjain tubuh di tempat tidur. Dan cuaca mendukung karena pagi-pagi hujan sudah mengguyur kota tempat tinggal saya, Singaraja-Bali.
Dengan sikap males-malesan, saya bangun dan seperti biasa, HP-lah pertama dilihat. Begitu saya buka WhatsApp (WA) ternyata banyak ucapan hari raya yang masuk di WAG. Baru saya tersadar, ternyata hari ini adalah Hari Raya Kenaikan Yesus ke Surga.
Tetapi kenapa suasana hari raya kok hampa? Kenapa suasana gereja sepi? Perlukah saya protes?
Ketika pada awal-awal wabah pandemi virus corona (COVID-19) melanda dunia dan segala aktivitas gerajani dihentikan, termasuk perayaan misa rangkaian Hari Raya Paskah, tidak diadakan secara bersama-sama di gereja, rasa frustasi, cemas, mudah menyerah, pun muncul.
Saya sempat berpikir untuk menulis surat terbuka kepada Paus Fransiscus di kota suci Vatikan, yang intinya saya mau menyampaikan kepada Paus bahwa kali ini Tuhan kalah dari setan, bahkan kalah telak dari setan yang menjelmakan diri lewat COVID-19. Karena sepanjang sejarah manusia, hanya virus corona yang mampu menghentikan kegiatan sipiritual termasuk para tokoh spiritual pun tak berdaya dihadapan COVID-19.
Lalu, setelah saya merenung dan berdoa di depan Bunda Maria di Goa Maria Dolorosa di LC 10 Desa Baktiseraga, Singaraja, Bali, saya tersadar bahwa bukan Tuhan yang kalah melainkan iman saya yang lemah. Karena mudah cemas, terlalu khawatir, tidak percaya terhadap penyelenggaraan Tuhan, gampang mengikuti analisis duniawi dan mengabaikan kekuatan ilahi.
Maka sebagai seorang ber-iman, saya harus tampil melawan karya setan yaitu COVID-19 yang memporakporandakan dunia dan segala isinya. Bagaimana cara melawan COVID-19? Sebagai warga negara yang baik dan sebagai insan ber-iman, maka cara melawan COVID-19 adalah mentaati segala instruksi dan anjuran yang dikeluarkan pemerintah mulai pemerintah pusat hingga pemerintahan terbawah termasuk anjuran Desa Adat (khusus di Bali). Seperti mengikuti social distancing, physical disctancing, memakai masker, selalu cuci tangan. Dan yang lebih penting bisa menahan ego sektoral terutama untuk tidak melakukan sembahyang (dalam jumlah besar) di gereja. Sederhana kan?
Nah, apa yang kita bisa petik dari perayaan Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga di antara rintihan para korban COVID-19? Mari kita hayati dan cernah bacaan Kitab Suci hari ini diambil dari Injil Matius 28:16 – 20.
“Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20)
Bila menghayati bacaan ini maka kata kuncinya adalah tugas perutusan. Kepada siapakah tugas perutusan itu diberikan oleh Tuhan Yesus? Zaman Yesus dulu, tugas perutusan itu diberikan kepada para murid Yesus. Tetapi saat ini, kita semua orang beriman-lah yang diberi tugas perutusan. Tugas utama yang harus dilakukann orang ber-iman saat ini adalah berperang melawan COVID-19. Karena COVID-19 tidak bisa diajak untuk bertobat, tetapi harus dilawan dengan kehidupan ber-iman kita.
Sebagai orang ber-iman yang menerima tugas perutusan zaman now, kita tidak perlu takut, cemas, waswas dan khawatir menghadapi COVID-19 ini. Pesan perutusan itu menjadi pesan yang indah dan menyentuh hati saat dunia dilanda pandemi COVID-19, sebab Yesus sendiri lah yang mengutus kita (lewat iman kita) untuk pergi ke segala ujung bumi untuk mewartakan Injil serta memaklumkan Kerajaan Allah. Kita sebagai orang ber-iman tidak perlu takut menjalani tugas perutusan ini karena Yesus akan menyertai kita senantiasa sampai akhir zaman.
Itu berarti, tugas perutusan selalu disertai dan didampingi oleh Yesus sendiri.
Nah, di akhir refleksi ini, sebagai orang ber-iman saya merasa turut diberi tugas perutusan bersama saudara-saudari sekalian orang ber-iman untuk berjuang membebaskan dunia dari cengkraman pandemi COVID-19 ini. Yakni, mengikuti anjuran pemerintah dengan melaksanakan protocol kesehatan COVID-19 dalam setiap aktivitas kita masing-masing, mengurangi sikap meboya (protes atau melawan anjuran pemerintah dengan membawa-bawa agama) terhadap aturan pemerintah, dan menjadikan diri kita cermin ketaatan pada aturan bagi orang lain di sekitar kita. Kita taat aturan protokol kesehatan COVID-19 berarti kita turut selamatkan umat manusia dari keganasan COVID-19.
Sebagai orang ber-iman sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Tuhan, karena kitapun dipanggil untuk dijadikan duta untuk menyinarkan kasihNya kepada sesama kita di saat wajah dunia buram akibat wabah COVID-19.
Selamat Merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan.
Selamat Beribadah Bersama Keluarga di Rumah.
Tuhan Yesus memberkati.
Amin! ***