Viral Tiket Rp 300 Ribu, Dispar Buleleng Sidak Pos Tiket DTW Air Terjun Sekumpul
Ternyata Pos Tiket Milik Perorangan, Dispar Buleleng Tutup Pos Tiket

SINGARAJA, jarrakposbali.com – Sebuah video berdurasi satu menit viral di media sosial TikTok. Dalam video tersebut menampilkan kekecewaan seorang konten kreator @dekodennis yang diberhentikan paksa oleh penjaga pos tiket dan diminta membayar Rp 300 ribu apabila ingin menuju Daerah Tujuan Wisata (DTW) Air Terjun Sekumpul.
Beragam komentar pun menyambut video tersebut, kebanyakan merupakan komentar keheranan mengenai harga yang terlalu mahal dan tidak logis untuk wisatawan domestik.
Pasca viralnya video tersebut, Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Buleleng pun melakukan sidak ke lokasi pada hari Kamis, 16 November 2023 pagi. Sidak menyasar pos tiket yang berada di jalur menuju DTW Air Terjun Sekumpul dari arah Bedugul.
Hasilnya, pos tiket yang viral di media sosial ternyata berada di wilayah Desa Pegayaman, selain itu ada juga pos tiket di Desa Lemukih, yang total keseluruhannya ada tiga pos tiket.
Hasil pengecekan, harga tiket di pos-pos tersebut berkisar di angka Rp 300-500 ribu dalam bentuk paket tur. Pos tiket tersebut diketahui milik perorangan dan tidak resmi. Sedangkan yang menjadi tempat sentral tiket resmi berada di Desa Sekumpul, dengan harga tiket Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu.
Kepala Dispar Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara; merasa geram dengan adanya tindakan-tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh pos-pos tiket tersebut. Hal ini dikhawatirkan membuat citra pariwisata di Buleleng menjadi negatif yang berujung pada sepinya pengunjung ke Bali utara.
Dispar Buleleng pun mengambil langkah menutup pos tiket yang berada di jalur tersebut untuk sementara waktu. Kemudian para pemilik pos akan diajak berdialog bersama perangkat desa, desa adat, dan camat. Ini agar wisatawan yang datang berkunjung merasa aman serta nyaman, dan tentunya tidak ada citra negatif yang muncul kembali.
Penutupan sementara ini sebagai langkah pembenahan tata kelola. Kemudian merujuk pada Pergub nomor 28 tahun 2020, Dody akan memikirkan win-win solution, yang tentunya tidak ada yang kehilangan mata pencaharian, tetapi kenyamanan wisatawan tetap diperhitungkan.
“Jadi kita lakukan langkah penutupan. Hari ini kami minta pos ditutup untuk sementara. Hari senin akan kami panggil pengelola pos tiket beserta perangkat desa, kelian desa adat, dan camat untuk berdiskusi,” ujar Dody di sela-sela sidak.

Menurut Dody, yang dijual oleh pos-pos tiket ini merupakan aktivitas tracking beserta pemandunya. Meskipun begitu, harga yang ditawarkan pun perlu didiskusikan bersama dengan pengelola inti, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat.
“Dari teori kepariwisataan, daya tarik yang beresiko wajib ada pemandu, tapi nominalnya perlu kami diskusikan untuk asas kepatutan dan kewajarannya,” pungkasnya.
Sementara itu, salah sutu pemilik pos tiket, I Made Yuliantara; mengibaratkan viralnya tanggapan di medsos itu bagai 1:1000. Lantaran satu orang wisatawan menganggap buruk, sedangkan seribu orang wisatawan menilai sangat bagus.
Ia yang sudah membuka pos tiket sejak tahun 2014 itu mengaku fleksibel mengenai harga. Bahkan Yuliantara menyebutkan selama ini tidak pernah ada masalah. Kemudian, apabila wisatawan khususnya domestik tetap turun tanpa pemandu pun tetap dipersilahkan.
“Kalau tidak mau ambil paket tur, kami tawarkan ke view point, di sana harga tiketnya kurang lebih Rp 20 ribu, tapi tidak bisa mengambil aktivitas untuk turun. Tidak ada istilah memaksa,” ujarnya.
Paket-paket dengan harga Rp 300-500 ribu itu, katanya, sudah mendapatkan beragam fasilitas seperti pemandu wisata, makan dan minum, serta ojek. Lebih lanjut, Yuliantara mengatakan bahwa pihaknya memperkerjakan tenaga lokal yakni anak-anak SMK setempat.
“Kenapa tamunya distop di jalan? Kan ini ada persaingan antara Desa Sekumpul dan Lemukih. Kalau tidak distop di Lemukih, jadi pemasukannya ke desa sebelah,” katanya. (fJr/JP)