Idulfitri 1444 H, BMI Buleleng Panen Sorgum di Desa Pacung

SINGARAJA, jarrakposbali.com – Bertepatan dengan hari raya Idulfitri 1444 H, Banteng Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Buleleng kembali melaksanakan panen sorgum atau jagung gembal di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
Sorgum yang dipanen di lahan seluas 1,5 hektar itu merupakan jenis/varietas Bioguma 2 yang peruntukannya untuk produk industri, yang penanamannya berlangsung pada 31 Desember 2022 lalu bersama petani di Desa Pacung di lahan pilot project BMI Buleleng.
Ketua DPC BMI Buleleng, Dr. dr. Ketut Putra Sedana, Sp.OG., mengatakan bahwa panen kedua sorgum ini akan menghasilkan sekitar 3-5 ton per hektarnya, berdasarkan dari analisa Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng.
“Ini merupakan panen kedua pilot project sorgum BMI Buleleng dengan luas 1,5 hektar. Dari analisa Dinas Pertanian, menghasilkan 3-5 ton per hektar, otomatis lumayan yang akan didapat,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Dokter Caput itu mengaku bahwa pilot project sorgum ini merupakan percontohan bagi para petani sehingga mereka dapat mengetaui sorgum terlebih dahulu. Dengan adanya percontohan ini, akan menjadi motivasi dan acuan bagi petani untuk menanam sorgum.
Apalagi saat panen, hadir juga puluhan mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra yang ikut melakukan panen sorgum. Hal ini kata Dokter Caput untuk mengajak mahasiswa tidak hanya belajar di atas meja namun turun ke lapangan.
“Tapi kita akan buktikan dulu sehingga ada contoh budidaya sorgum untuk petani, kalau sudah dilihat dan dirasakan pasti akan ramai-ramai mengikuti budidaya sorgum ini,” ujarnya.
“Kalau ini bsia dimasifkan maka Buleleng akan menjadi sumber sorgum baik untuk Bali, Indonesia, maupun global,” lanjutnya.
Harga pasaran lima ribu rupiah
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Made Sumiarta; menyebutkan saat ini harga pasaran sorgum berkisar di angka tiga sampai empat ribu rupiah. Menurutnya, apabila opteker mampu membeli sorgum dari petani dengan harga minimal empat ribu rupiah, maka petani sudah mendapatkan nilai yang membuat mereka antusias untuk menanam sorgum.
“Kalo opteker bisa membeli di petani dengan harga empat ribu rupiah, jangankan lima ribu rupiah, empat ribu rupiah saja mereka sudah mendapatkan nilai dan sudah antusias menanam sorgum,” ujar Sumiarta.
Saat ini, Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng kembali memasifkan pengembangan sorgum di Buleleng setelah tersendat lantaran pandemi Covid-19. Dengan adanya budidaya dari BMI Buleleng, pihaknya merasa terbantu mengembangkan sorgum yang juga merupakan program dari Kementerian Pertanian.
“Saya sanget apresiasi sekali teman-teman BMI Buleleng yang telah mengembangkan program Kementerian Pertanian,” ujarnya.
Sumiarta pun mengharapkan selalu adanya komunikasi dan koordinasi bersama sehingga dapat mengembangkan sorgum sebagai local genius di Buleleng. Apalagi sorgum yang dapat tumbuh di lahan-lahan marjinal atau kekurangan air.

Bapak sorgum Buleleng
Di lain pihak, Rektor Universitas Dwijendra, Dr. Ir. Gede Sedana; menyebutkan bahwa Dokter Caput sebagai Bapak Sorgum Buleleng. Ini lantaran kegigihannya yang mengajak petani untuk membudidayakan sorgum di Buleleng.
“Karena saya melihat sejak awal Dokter Caput selalu menginisiasi sampai saat ini gigih sekali mengembangkan sorgum dari satu desa ke desa lainnya,” jelasnya.
“Sehingga saya selaku Rektor Universitas Dwijendra bersama-sama masyarakat menyebutkan bahwa Dokter Caput sebagai Bapak Sorgum Buleleng,” ujarnya.
“Dokter Caput membangkitkan komoditas ini menjadi tanaman penting di Buleleng,” tambahnya lagi
Rektor Sedana pun berujar dengan adanya budidaya sorgum dari satu titik di wilayah timur hingga wilayah barat, akan menjadikan sorgum sebagai komoditas penting di Kabupaten Buleleng.
“Sorgum akan menjadi komoditas yang paling penting di Kabupaten Buleleng apalagi secara historis tanaman sorgum ini merupakan tanaman khas Buleleng,” jelasnya.
Dalam panen sorgum ini, juga dilakukan sosialisasi tentang sorgum kepada petani lainnya yang dihadiri Ketua DPRD Buleleng, Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra, dan Perbekel Desa Pacung. (fJr/JP)



