
jarrakposbalicom, BADUNG – Sore di Kuta biasanya riuh oleh deru motor dan wangi minyak pijat dari deretan spa. Di salah satu ruko, suasana mendadak tegang pada Jumat, 24 Oktober 2025. Tim intelijen keimigrasian mengetuk pintu, memeriksa satu per satu paspor, lalu mendapati fakta yang selama ini hanya jadi bisik-bisik: ada terapis asing bekerja tanpa izin kerja.
Operasi Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Ngurah Rai hari itu menindaklanjuti informasi masyarakat. Di lokasi, petugas menemukan empat warga negara Vietnam yang mengaku bekerja sebagai terapis spa. Status izin tinggal mereka tidak untuk bekerja: NNKT (46) pemegang ITAS Investor, NGHN (18) pemegang Visa on Arrival, THL (42) dan THN (44) pengguna Bebas Visa Kunjungan.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan mereka melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal. Tindakan administratif keimigrasian pun dijatuhkan berdasarkan Pasal 75 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian: deportasi dan pencekalan. Keempatnya dipulangkan ke Vietnam pada Rabu, 29 Oktober 2025, dengan penerbangan VietJet Air rute Denpasar–Ho Chi Minh.
Kasus ini menambah daftar penindakan pada sektor jasa yang kerap mempekerjakan WNA tanpa izin kerja. Bagi pelaku usaha, mengabaikan aturan bukan hanya berisiko sanksi, tapi juga merugikan pekerja lokal dan ekosistem pariwisata yang selama ini dijaga.
“Kami memperkuat fungsi intelijen dan pengawasan agar pelanggaran serupa tidak terulang. Masyarakat juga kami ajak aktif melapor jika menemukan dugaan pelanggaran keimigrasian,” ujar Raja Ulul Azmi Syahwali, Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian.
“Penegakan hukum keimigrasian memberi efek jera dan memastikan keberadaan orang asing di Bali tetap tertib sesuai peraturan,” tegas Winarko, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Pernyataan Inteldakim menegaskan dua hal: pengawasan akan terus berjalan dan kanal pelaporan masyarakat dibutuhkan untuk memutus praktik serupa. Sementara penekanan dari pimpinan kantor imigrasi memberi sinyal konsistensi penegakan aturan, terutama pada pelanggaran yang menyasar ruang kerja informal seperti spa, salon, dan jasa pariwisata lain.
Menjelang senja, Kuta kembali sibuk. Papan “open” di banyak spa menyala bersamaan. Pesan kasus ini sederhana: izin tinggal bukan sekadar stempel di paspor. Ia adalah pagar aturan yang melindungi wisata, usaha, dan pekerja. Ketika pagar itu dilompati, konsekuensinya jelas. Di Bali, yang hidup dari tata dan citra, tertib adalah bagian dari tamu yang ingin kembali.(JpBali).



