Berita

Pansus TRAP DPRD Bali Sidak Perumahan Elit dan 33 Sertifikat Tanah Ditemukan di Kawasan Konservasi Labrak Sempadan Sungai dan Sempadan Pantai

DENPASAR, Jarrakposbali.com  – Hasil penelusuran Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset Daerah dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali kembali mengungkap fakta mengejutkan.

Dalam Sidak dan pendalaman data aset di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai terungkap adanya indikasi reklamasi terselubung dan alih fungsi lahan di kawasan hutan mangrove yang merupakan hutan negara dan kawasan konservasi.

Dari hasil investigasi dan data lapangan, Pansus TRAP DPRD Bali menemukan adanya pelanggaran perumahan elite belum bersertifikat berada di kawasan konservasi.

Parahnya lagi, ditemukan hanya 33 sertifikat tanah dan sisanya belum bersertifikat, yang berada diatas tanah negara, dalam kawasan hutan mangrove sebagai wilayah yang seharusnya dilindungi dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.

Tak hanya itu, Pansus TRAP DPRD Bali juga menemukan sejumlah bangunan yang melanggar di dekat sungai serta pelanggaran sempadan pantai dan ditemukan PAL didalam perumahan.

Temuan ini mengindikasikan adanya praktek terstruktur untuk menyiasati aturan tata ruang dan perundang-undangan kehutanan melalui modus reklamasi terselubung.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Dr. ( C ) I Made Supartha, S.H., M.H., menyebut temuan ini sebagai kejahatan lingkungan yang serius, karena melibatkan kawasan konservasi yang memiliki fungsi ekologis penting bagi Bali.

“Mangrove adalah benteng alami Bali dari abrasi dan pencemaran, alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi kepemilikan pribadi adalah bentuk pelanggaran berat terhadap hukum dan nurani lingkungan,” tegasnya.

Menurut kajian hukum yang disampaikan dalam Rapat Pansus, lanjutnya tindakan ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang nasional, diantaranya UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

UU Nomor 32 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam aturan tersebut menyebutkan siapapun yang terbukti menguasai, mengubah atau mengalihfungsikan kawasan hutan negara tanpa izin yang sah dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan denda miliaran rupiah.

Pansus TRAP menilai kasus ini tidak bisa dianggap ringan, karena menunjukkan adanya kemungkinan jaringan yang memfasilitasi penerbitan sertifikat di atas lahan negara.

Oleh karena itu, DPRD Bali mendesak Aparat Penegak Hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah Bali, untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut ke tahap penyidikan.

“Ini bukan sekadar pelanggaran tata ruang, tetapi sudah masuk kategori kejahatan lingkungan dan perusakan hutan lindung. Negara harus hadir menegakkan hukum tanpa kompromi,” kata Sekretaris Pansus I Dewa Nyoman Rai, S.H.

Satpol PP Mangkir

Menariknya, yang membuat Pansus semakin murka, menurut mereka, adalah sikap Satpol PP Provinsi Bali yang dinilai tidak tegas menindak pelanggaran di lapangan. Tim menemukan tidak adanya garis pembatas atau Satpol PP Line di lokasi, padahal kawasan itu sudah lama dilaporkan bermasalah.

“Satpol PP Provinsi sepertinya enggan turun tangan. Padahal mereka punya kewenangan untuk menutup dan mengamankan lokasi. Kalau dibiarkan, nanti makin banyak lahan negara yang diserobot,” kata Sekretaris Pansus TRAP DPRD Bali I Dewa Nyoman Rai ,S.H.,M.H.

Pansus TRAP berencana memanggil instansi terkait, termasuk Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP Provinsi Bali untuk meminta klarifikasi. Mereka juga mendesak Gubernur Bali untuk segera mengambil langkah tegas menghentikan aktivitas reklamasi ilegal di kawasan lindung tersebut.

“Ini bukan soal kecil. Ini soal kedaulatan lahan negara dan masa depan lingkungan Bali,” kata Sekretaris  Pansus TRAP DPRD Bali dengan nada tinggi.

Menurutnya, Kawasan Tahura Ngurah Rai sendiri merupakan kawasan konservasi yang menjadi paru-paru kota Denpasar dan Badung Selatan, berfungsi sebagai penyerap karbon, penahan abrasi pantai, dan habitat berbagai biota laut. Kerusakan dan alih fungsi di area ini akan berdampak langsung terhadap keseimbangan ekologi Pulau Bali.

Dengan temuan ini, Pansus TRAP DPRD Bali menegaskan komitmen untuk membongkar praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dan perizinan yang merusak lingkungan hidup serta memastikan setiap jengkal hutan mangrove tetap menjadi milik negara untuk kepentingan masyarakat dan generasi mendatang.

Sidak dipimpin langsung Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Dr. (C) Made Supartha S.H.,M.H., Wakil Pansus TRAP, A.A.Bagus Bagus Tri Candra Arka yang juga Ketua Fraksi Golkar, Sekretaris I Dewa Rai S.H.,M.H, Dr.Somvir, Ni Putu Yuli Artini, S.E., beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait Provinsi dan Kota Denpasar. (red).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button