Dari Bali untuk Indonesia: Pemerintah Pusat Dukung Penutupan TPA Suwung dan Revolusi Kelola Sampah Berbasis Sumber
Kunjungan Menko Pangan Zulkifli Hasan ke TPST Mengwitani menjadi penegasan bahwa langkah Gubernur Bali Wayan Koster selaras dengan kebijakan nasional, sekaligus mematahkan suara sumbang yang meremehkan upaya nyata mengatasi persoalan sampah.

jarrakposbali.com, BADUNG – Suasana pagi di TPST Mengwitani, Kabupaten Badung, Jumat (8/8), terasa lebih sibuk dari biasanya. Bau khas sampah yang sedang diolah bercampur dengan deru mesin pencacah organik.
Di tengah hiruk pikuk pekerja, langkah tegas Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan akrab disapa Zulhas menyusuri area pengolahan, didampingi Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa.
Kunjungan itu bukan sekadar seremoni. Ia membawa pesan penting: Pemerintah Pusat sepenuhnya mendukung transformasi besar Bali dalam pengelolaan sampah, termasuk penutupan permanen TPA Suwung pada akhir 2025.
“Jangan bosan mengelola sampah. Dalam dua tahun ke depan, kita targetkan tidak ada lagi open dumping di Indonesia,” ujar Zulhas tegas, matanya menyapu barisan media dan tamu yang hadir. “Termasuk TPA Suwung. Ini langkah besar, dan saya apresiasi Bali sebagai pelopornya.”
Pernyataan itu terasa seperti tamparan bagi pihak-pihak yang selama ini meremehkan kebijakan Pemprov Bali. Beberapa bulan terakhir, media sosial sempat riuh oleh komentar miring yang menyebut langkah Gubernur hanya sebatas narasi tanpa aksi.
Sebagian tudingan datang dari mantan tim sukses politik rival Koster-Giri yang kalah di Pilgub 2024. Namun pagi itu, dukungan resmi dari pemerintah pusat menjadi jawaban paling jelas: Bali berjalan di jalur yang benar.
Menurut Zulhas, arah kebijakan ini sejalan dengan revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018, yang mendorong pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.
Untuk daerah dengan volume sampah lebih kecil, pendekatan optimalisasi TPST dan TPS3R dengan teknologi RDF, kompos, dan maggot menjadi prioritas.
Gubernur Koster, yang berdiri di samping Zulhas, menjelaskan bahwa Bali sudah memulai pengelolaan sampah berbasis sumber: dimulai dari rumah tangga, berlanjut ke TPS3R di tingkat desa/kelurahan, lalu ke TPST di tingkat kecamatan.
“Selama dua tahun ke depan, sambil menunggu payung hukum insinerator, kita maksimalkan yang ada. Perizinan insinerator saja butuh enam bulan, pembangunannya satu setengah tahun. Semua harus bergerak cepat,” katanya.
Ia juga menegaskan, Bali tidak akan memberikan izin pembangunan TPA baru. Larangan open dumping adalah harga mati. Beberapa desa seperti Punggul dan Taro yang telah mandiri mengelola sampah sebelum ada regulasi pun mendapat apresiasi khusus darinya.
Zulhas kembali menambahkan, perubahan besar ini hanya akan berhasil jika dimulai dari rumah tangga.
“Pisahkan organik dan anorganik, kurangi sampah makanan. Di Bali, saya lihat kreativitas dan gotong royongnya luar biasa. Ini modal besar untuk Indonesia,” tuturnya, sebelum menutup dengan pernyataan yang memancing decak setuju, “Mohon maaf, open dumping itu hanya dipakai negara-negara tertinggal. Saatnya kita setara dengan negara maju.”
Di bawah terik matahari siang, langkah para pemimpin itu meninggalkan TPST Mengwitani. Namun, pesan yang tertinggal justru semakin menguat: Bali sedang memimpin lompatan besar menuju masa depan bebas open dumping dan kini, seluruh Indonesia diajak ikut melangkah.(jpbali).