Mantan Ketua LPD Anturan Di Vonis 10 Tahun Penjara
Begini Ujar Sumardika : Hakim Khilaf dan Keliru, Pertanda Runtuhnya Roh Peradilan Indonesia
DENPASAR, jarrakposbali.com | Akibat kekhilafan hakim atau kekeliruan yang dilakukannya, menyebabkan hakim melakukan kesalahan dalam melihat fakta – fakta hukum, sehingga putusan yang diambil tidak mencerminkan rasa keadilan,”ujar Advokat I Wayan Sumardika,SH.CLA, di kantor Bali Privasi, Rabu (5/4/2023).
Seperti diketahui ada beberapa hal yang diabaikan oleh Hakim, mungkin karena ketidakmampuannya di dalam memahami fakta – fakta Hukum yang terjadi,diantaranya sebagai berikut :
Pertama, ahli Keuangan Negara yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum bernama Drs. Siswo Sujanto, DEA. Justru membantah Dakwaan JPU
tentang Kerugian Keuangan Negara Rp. 151.462.558.438,56.
Kedua,mengingat kerugian tersebut bukan merupakan hasil hitung yang Pasti, Kongkrit dan Jelas. Dan hal ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 15 UU RI Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) maupun Pasal 1 angka 22 UU RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Ketiga, ahli menyebut Kerugian Keuangan Negara itu sebatas jumlah uang yang diserahkan oleh Negara kepada LPD Anturan, yaitu sebesar Rp. 5.279.941,
Ke-empat, oleh karena di rekening LPD Anturan masih tersimpan uang sebesar Rp.1.949.740.949,04, maka uang Negara sejumlah Rp. 5.279.941,- masih utuh tersimpan.
“Jadi dalam Kasus ini tidak terdapat Kerugian Keuangan Negara,”jelasnya.
Oleh karena ahli auditor Kantor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng bernama Komang Widyarini, SE.MSi. menerangkan bahwa dirinya hanya menghitung Kerugian Lembaga. Bukan menghitung Kerugian Keuangan Negara.
“Persoalannya, kerugian lembaga kan tidak sama dengan kerugian Keuangan Negara. Kok seenaknya merubah sebutan tersebut,”imbuhnya.
Fatalnya lagi, Auditor di dalam melakukan audit, tidak melakukan konfirmasi kepada Ketua dan Pengurus LPD, Prajuru Desa Adat, Debitur maupun Deposan. Lebih – lebih Auditor menjiplak hasil kerja orang lain.- hal tersebut menghasilkan audit yang tidak Valid sehingga bertentangan dengan undang – undang ( bahwa kerugian Negara harus dihitung nyata dan pasti ).
Ketika hasil hitung kerugian keuangan Negara Rp. 151.462.558.438,56, tidak merupakan hasil hitung yang nyata dan pasti, maka dalam kasus ini tidak terjadi kerugian Negara.
“Bahwa oleh karena dua hal tersebut diatas, maka Kasus ini bukan merupakan Pidana Korupsi. Sehingga kalau Majelis Hakim tidak Khilaf dan Keliru, maka seharusnya Terdakwa di putus bebas,”pungkasnya.(td/jp).