Mih Dewa Ratu…! Aset LPD Diatasnamakan Pribadi, Warga Desa Adat Yehembang Meradang
JEMBRANA, jarrakposbali.com ! Sejumlah warga Desa Adat Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, belakangan ini kembali getol mempertanyakan aset LPD Yehembang berupa sebidang tanah dengan luas, 5,2 are.
Pasalnya, aset tanah yang diketahui warga di beli beberapa tahun lalu oleh pengurus LPD Yehembang dengan menggunakan dana LPD yang bersumber dari SHU sebesar Rp 340 juta, ternyata disertifikatkan atas nama pribadi.
Keterangan dari sejumlah warga Desa Adat Yehembang, tanah yang terletak di Banjar Baleagung, Desa Adat Yehembang tersebut diketahui disertifikatkan atas nama GD, salah seorang TU di LPD Yehembang.
Lanjut warga, selain disertifikatkan atas nama GD, juga dibuatkan akte nomini yang seolah-olah LPD meminjam nama untuk dicantumkan sebagai pemilik di dalam sertifikat.
Padahal menurut warga, dari dari hasil kordinasi dengan orang yang ahli dalam bidang pertanahan, akte nomini atau pinjam nama hanya bisa dilakukan jika pembeli tanah telah memiliki harta (tanah) melebihi ketentuan dan atau jika pihak pembeli tanah adalah WNA.
Warga menduga akte nomini tersebut hanya akal-akalan dan hanya untuk mengelabui warga. Diduga tindakan tersebut merupakan upaya untuk menguasai aset LPD atau aset desa adat menjadi aset milik pribadi.
“Dugaan ini diperkuat dari awal proses pembelian hingga muncul sertifikat atas nama pribadi tanpa melalui paruman desa adat dan tanpa sepengetahuan bendesa adat. Padahal LPD merupakan lembaga perkreditan milik desa adat yang segala sesuatunya diputuskan melalui paruman adat,” ujar warga, Senin (9/10/2023).
Terkait hal tersebut, sejumlah warga Desa Adat Yehembang meminta bendesa adat untuk segera bertindak menyelamatkan aset desa adat tersebut dari dugaan mafia tanah. Jika tidak segera ditindaklanjuti, warga kuatir aset tersebut diambil alih atau turun waris.
Warga juga meminta pihak APH untuk segera menindaklanjuti masalah tersebut karena terindikasi ada tindakan melawan hukum, sehingga aset LPD atau aset desa adat bisa diselamatkan.
Terkait hal tersebut, Bendesa Adat Yehembang Ngurah Gede Aryana dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sebagai bendesa sudah sering menerima keluhan dari warga desa adat terkait permasalahan tersebut.
Pihaknya awalnya juga sudah menindaklanjuti dengan membentuk tim penyelamatan aset desa adat dan tim juga sudah melakukan penelusuran, termasuk berkordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Tapi sayang, hasilnya buntu dan sertifikat atas aset tersebut tetap atas nama pribadi,” terang Ngurah Gede Aryana, Senin (9/10/2023).
Bendesa Adat Yehembang juga menjelaskan, pihaknya tidak pernah mengetahui dan tidak pernah dimintai persetujuan dalam proses pembelian aset tersebut. Termasuk berkaitan dengan penyertifikatan aset tersebut atas nama pribadi.
Ngurah Gede Aryana mengaku baru mengetahui aset tanah yang dibeli dengan menggunakan dana LPD Yehembang diatasnamakan pribadi setelah sejumlah warga menyampaikan kepada dirinya dan setelah dirinya mempertanyakan kepada pengurus LPD ternyata memang benar disertifikat atas nama pribadi.
“Dalam paruman desa adat kita juga pertanyakan hal ini kepada Ketua LPD dan meminta agar diubah menjadi atas nama desa adat atau atas nama LPD. Tapi jawaban mereka katanya tidak boleh, harus atas nama pribadi,” bebernya.
Untuk langkah penyelamatan aset desa adat, Ngurah Gede Aryana mengaku akan segera berkordinasi dengan para parajuru desa adat maupun saba desa, termasuk akan berkordinasi dengan pihak-pihak terkait, guna menentukan langkah yang tepat dalam masalah ini.
“Saya sebagai bendesa sempat mengecek, tanah itu yang sekarang sudah dibangun kantor LPD memang dalam sertifikat atas nama pribadi salah satu TU LPD,” pungkasnya.
Disisi lain, Ketua LPD Yehembang I Wayan Astawa dikonfirmasi membenarkan aset tanah seluas 5,2 are untuk kantor LPD yang dibeli dengan menggunakan dana SHU LPD diatasnamakan Gede Darmika yang merupakan TU LPD Yehembang.
Namun itu menurutnya LPD hanya meminjam nama karena dari hasil kordinasi dengan pihak BPN, sertifikat tanah tersebut tidak bisa diatasnamakan LPD melainkan harus diatasnamakan pribadi. Namun demikian menurut Astawa juga telah dibuatkan akte nomine.
Astawa juga menjelaskan untuk proses ini mulai dari perencanaan membeli tanah untuk kantor LPD sampai penerbitan sertifikat telah melalui paruman desa adat. Jadi menurutnya tidak ada yang salah dari proses pembelian hingga mengatasnamakan dalam sertifikat.(ded)