Polemik Pembagian Tanah Negara di Desa Penyaringan, Bendesa Minta Maaf dan Cabut Surat Kesepakatan
JEMBRANA, jarrakposbali.com ! Keputusan yang diambil Bendesa Adat Penyaringan I Nyoman Sumerta yang telah membagi-bagikan tanah negara (TN) kepada dua orang oknum warga atas dibawah kendali salah satu oknum LSM, akhirnya di tentang oleh para manggala (tokoh) dan prajuru serta masyarakat desa adat.
Informasi yang diperoleh dari sejumlah warga menyebutkan, para manggala adat dan prajuลu adat menyatakan keputusan yang diambil bendesa merupakan keputusan keliru. Mengingat keputusan tersebut diambil tanpa melalui proses paruman (rapat) desa adat dan tidak berkordinasi dengan pihak desa dinas (perbekel).
Keputusan bendesa tersebut dengan membuat dan menandatangani surat kesepakatan pembagian tanah negara justru diambil dibawah kendali oknum LSM yang tidak memiliki kewenangan apapun yang berkaitan dengan permohonan hak milik terhadap tanah negara.
Penolakan keputusan bendesa tersebut menurut warga terungkap saat digelar paruman (rapat) pamucuk Desa Adat Penyaringan pada Selasa 7 Mei 2024 yang juga dihadiri oleh Perbekel Penyaringan I Made Dresta.
Atas penolakan tersebut menurut salah satu warga, bendesa telah mencabut keputusannya. Sayangnya, Bendesa Adat Penyaringan I Nyoman Sumerta belum bisa dikomfirmasi terkait hal ini.
Sementara itu, Perbekel Penyaringan Made Dresta dikonfirmasi melalui WhatsApp membenarkan telah diadakannya paruman (rapat) pamucuk Desa Adat Penyaringan pada Selasa, 7 Mei 2024 dengan agenda menyikapi keputusan bendesa tentang pembagian tanah negara dan dirinya juga diundang dalam paruman tersebut.
Dalam paruman tersebut menurut Made Dresta, pamucuk adat menolak atau tidak menyetujui keputusan bendesa. Karena para pemucuk menyatakan tidak setuju, bendesa kemudian meminta maaf dan mencaput surat pernyataan/kesepakatan pembagian tanah negara yang pernah dibuat.
“Ya, benar bendesa telah mencabut surat pesepakatan/pernyataan yang ditandatanganinya dan menyatakan pembagian tanah negara itu batal,” terang Made Dresta.
Untuk langkah selanjutnya, paruman (rapat) akan kembali digelar menyikapi polemik tersebut dengan mengundang Kepala BPN Negara karena ada keinginan dari pamucuk dan masyarakat agar tanah begara tersebut dimohonkan oleh desa adat.
Diberitakan sebelumnya, Bendesa Penyaringan I Nyoman Sumerta telah menandatangani kesepakatan pembagian tanah negara seluas tiga hektara yang terletak dinpesisir pantai Penyaringan, Banjar Anyar Kelod, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana atas mediasi dari salah satu oknum LSM asal Denpasar.
Dalam surat kesepakatan yang ditandatangani oleh I Nyoman Sumerta selaku Bendesa Penyaringan, disepakati pembagian tamah negara seluas satu hektara diberikan kepada oknum warga Nyoman Nediana, seluas 70 are diberikan kepada satu warga lainnya dan sisanya seluas 1,3 hektar menjadi milik Desa Adat penyaringan.
Tindakan bendesa ini diambil setelah terungkapnya kasus oknum warga I Nyoman Nediana telah mengontrakan tanah negara tersebut seluas 50 are kepada salah satu investor asal Jakarta untuk usaha tambak udang, dengan dilai kontrak Rp 105 juta per tiga tahunnya. Tindakan oknum warga ini dilakukan secara diam-diam dan tanpa persetujuan dari pihak desa atau pemerintah.(ded)