Potret Sikap dan Model Politik Warga Ra’as di Kuta
jarrakposbali.com – Hampir satu tahun saya terlibat langsung politik praktis di Kecamatan Kuta, Badung. Beragam model dan dinamika yang terjadi. Dalam tulisan ini, saya ingin fokus pada Warga Ra’as, Sumenep, Madura yang berada di Kecamatan Kuta yang notabeni sebagai perantau dan Muslim.
Warga Ra’as umumnya ke Bali untuk mencari nafkah dengan memperbaiki ekonomi yang lebih baik. Hal itu dapat terlihat dari pekerjaan yang digelutinya. Rata-rata, jika dipresentasikan hemat penulis 70-80% berusaha toko di Kuta, dan sebagai warung sembako dan pengrajin (monte, kerang, laba-laba, dll). Hanya sebagian kecil yang menjadi karyawan dan akedemisi.
Sedangkan urusan politik, sekedar momentuman ketika menjelang pemilu, itupun sebatas menjadi pendukung atau Tim Sukses. Walaupun ada beberapa yang menjadi calon legislatif, namun penulis lihat masih belum begitu serius dan total, apalagi potensi jadi.
Padahal, jika kalkulasi suara, warga Ra’as yang berada di Kuta cukup besar dan berpotensi mengantarkan satu wakil rakyat. Walaupun belum ada data valid yang menunjukkan hal tersebut. Ada yang menyebut 5.000-8.000. Pertanyaannya, mengapa dalam urusan politik mengusung calon wakil rakyat (DPRD) tidak pernah bersatu? Dan bagaimana model politik Warga Ra’as di Kuta?
Jawaban pertama, kembali ke tujuan utama warga Ra’as bahwa ke Bali untuk mencari nafkah. Kedua, minimnya kesadaran manfaat atas kebijakan yang dibuat oleh keputusan politik. Sehingga, urusan politik menjadi tidak menarik dan bukan hal yang penting. Sehingga apa yang terjadi, tidak ada komitmen bersama politisi yang efeknya setiap menjelang pemilu pilihan calon yang didukung berubah-rubah.
Sampai sejauh ini pengamatan saya, belum ada satu sosok politisi atau Anggota Dewan Kuta yang melekat di hati Warga Ra’as. Penulis berpendapat, hal itu disebabkan tidak adanya komitmen sosial yang terealisasi sejauh ini. Wajar saja, jika suara Warga Ra’as mudah diombang-ambing dan dibolak-balik. Tergantung siapa yang lebih besar memberikan apa.
Apakah tidak ada Tokoh Warga Ra’as yang terlibat politik/mengusung calon sampai jadi sehingga menjadi cerminan? Jawabannya, yang terlibat banyak, namun yang berhasil membuktikan calon pilihannya ketika jadi Anggota Dewan memberikan kontribusi nyata dan mengayomi warga Ra’as masih sangat minim.
Selanjutnya, bagaimana warga Ra’as menentukan pilihan politik?
Kesimpulan penulis ada empat. Pertama, karna kedekatan dengan calon. Tapi model seperti ini sangat minim. Kedua, diberikan sesuatu oleh calon. Model kedua ini yang sangat umum. Ketiga, intervensi lingkungan dan tuan tanah. Biasanya, ada arahan khusus dari tuan tanah untuk mendukung calon tertentu. Keempat, mengikuti dauh guru/kiai. Model yang kelima, yang dilihat bukan lagi calon, tapi dibalik dauh dari gurunya.
Kesimpulan penulis, sejauh ini warga Ra’as lebih menjadi objek politik, bukan subjek politik. Apa itu objek politik? Hanya diperlukan ketika menjelang pemilu, setelah pemilu selesai, selesai juga.
Lalu apa subjek politik? Yaitu menjadi warga yang diperhitungkan dengan mengambil peran yang signifikan. Subjek politik tidak harus menjadi calon itu sendiri, namun mengusung atau menjadikan calon sebagai Anggota Dewan dengan membuat sebuah komitmen yang bertujuan saling menguntungkan dan bermanfaat itu bagian dari menjadi subjek politik.
Bagi penulis, tidak mengapa berbeda pilihan selama tujuannya sama untuk memberikan kemanfaatan melalui dekat dengan pemangku kebijakan atau Anggota Dewan. Semoga tahun 2024 tidak lagi sekedar membanggakan jagoanku juara, tapi bangga karena ini jagoanku yang bekerja untuk masyarakat, ini jagoanku yang membantu masyarakat.
Bagi penulis, tidak mengapa berbeda pilihan selama tujuannya sama untuk memberikan kemanfaatan melalui dekat dengan pemangku kebijakan atau Anggota Dewan. Semoga tahun 2024 tidak lagi sekedar membanggakan jagoanku juara, tapi bangga karena ini jagoanku yang bekerja untuk masyarakat, ini jagoanku yang membantu masyarakat.
Penulis : Wandi Halona, Pemuda Ra’as, Sumenep.