Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali Tanggapi Kontroversi Visual Dewa Siwa di Pertunjukan DJ
Fraksi PDI Perjuangan Menilai Visual Dewa Siwa di Club Malam Sebagai Pelanggaran terhadap Multikulturalisme Bali

DENPASAR,jarrakposbali.com I Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali menyampaikan keprihatinannya terhadap kemunculan visual Dewa Siwa yang digunakan sebagai latar belakang pertunjukan musik DJ di sebuah club malam besar di wilayah Badung. Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (4/2/2025).
Fraksi PDIP menilai hal tersebut sebagai bentuk penistaan terhadap simbol Siwa yang merupakan simbol keagamaan dan budaya Bali. I Nyoman Suwirta, bersama Ketua Fraksi I Made Supartha, SH., MH., dan anggota dewan I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya serta Ni Luh Yuniati, menegaskan pentingnya menjaga semangat multikulturalisme dan kedamaian yang telah terjalin di Bali.
Sebuah club malam di Bali baru-baru ini mengejutkan publik dengan menjadikan gambar Dewa Siwa sebagai latar belakang dalam pertunjukan musik DJ. Secara filosofis, tindakan ini dianggap menodai keyakinan Agama Hindu, mengingat Dewa Siwa disucikan sebagai manifestasi Tuhan yang sangat dihormati. Penempatan simbol yang sakral ini di tempat yang tidak sesuai, seperti club malam, dianggap tidak tepat dan tidak layak.
Suwirta menekankan bahwa dalam pemahaman agama Hindu, umatnya meyakini bahwa waktu berjalan dalam siklus yang disebut yuga, dengan masing-masing siklus memiliki jangka waktu yang berbeda. Menurut Suwirta, menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar latar belakang dalam pertunjukan musik DJ tidak sesuai dengan ajaran tersebut. Konsep Desa, Kala, dan Patra yang menggambarkan tempat, waktu, dan keadaan menjadi alasan kuat mengapa tindakan itu tidak sesuai pada tempat dan waktunya.
“Menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar latar belakang pertunjukan musik DJ menjadi batu sandungan bagi masyarakat Bali, yang erat dengan kearifan lokal dan kebudayaan bernafaskan Agama Hindu. Kita wajib menjaga dan melindungi ajaran ini dari kegiatan yang berpotensi menodainya,” tegas Suwirta.
Suwirta menilai bahwa secara hukum, tindakan menjadikan Dewa Siwa sebagai latar gambar pertunjukan musik DJ patut dianggap sebagai dugaan penistaan terhadap simbol agama Hindu. Ia menyatakan bahwa penggunaan simbol yang disucikan dalam konteks yang tidak tepat berpotensi melanggar Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penodaan agama. Suwirta juga menyoroti pentingnya penguatan dan perketat izin melalui OSS (Online Single Submission) untuk mencegah hal serupa terulang.
“Saya yakin dengan kepemimpinan Pak Wayan Koster, beliau akan memiliki komitmen yang kuat untuk persoalan ini. OSS harus ada verifikasi lebih lanjut dan pakta integritas, agar yang melanggar bisa dicabut izinnya,” terangnya.
Ni Luh Yuniati menambahkan bahwa pihak pengelola tempat hiburan harus memberikan klarifikasi terkait maksud dan tujuan penggunaan gambar Dewa Siwa sebagai latar belakang pertunjukan DJ. Ia menekankan pentingnya pertanggungjawaban sosial, kebudayaan, dan hukum terkait penistaan terhadap simbol agama Hindu. Jika tidak ada tindakan tegas, hal serupa dapat terulang dan penistaan simbol lain juga berpotensi terjadi.
“Pengelola tempat hiburan harus bertanggung jawab baik dari segi sosial, kebudayaan, maupun hukum. Jika ini tidak dilakukan, penistaan simbol lainnya juga bisa terjadi, dan tidak ada efek jera,” tegas Ni Luh Yuniati.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali juga merespons isu kemunculan ‘Kampung Rusia’ di kawasan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Desa Pererenan, Badung. Dalam pertemuan di ruang Fraksi PDI Perjuangan, Made Supartha menegaskan bahwa hak-hak semua pihak, baik masyarakat maupun pemilik usaha atau investor, harus dilindungi. Jika ada pelanggaran hukum, maka pihak terkait wajib dimintakan pertanggungjawaban melalui penertiban dan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
“Hak setiap orang, baik masyarakat maupun pemilik usaha, harus dilindungi. Jika ada pelanggaran hukum, wajib dilakukan penertiban dan penegakan hukum sesuai peraturan yang berlaku,” tegas Made Supartha.
Sementara itu, I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya, menambahkan pentingnya upaya preventif untuk mencegah masalah yang muncul di Bali, terutama terkait ketidaktahuan dan kesalahpahaman tamu mancanegara yang tinggal di Bali. Menurutnya, masalah yang timbul, seperti dugaan pelecehan adat, perlu dicegah sejak dini dengan menjaga adat dan budaya Bali yang menjadi identitas dan kekayaan utama daerah ini.
“Kita perlu melakukan penangkalan sebelum ada masalah. Bali tidak seperti daerah lain yang punya kekayaan alam atau industri besar. Kita hanya memiliki taksu alam, dan taksu alam hanya bisa dijaga dengan adat dan budaya kita. Tanpa itu, masalah seperti sekarang ini bisa terus muncul,” tegas Marhaendra Jaya.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali menyerukan pentingnya menjaga adat dan budaya Bali sebagai pilar utama untuk mempertahankan keharmonisan dan kedamaian di tengah arus globalisasi. Upaya preventif dan penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat mencegah terjadinya masalah serupa di masa depan.(jpbali).
Editor : Putu Gede Sudiatmika.