Berita

Profil Pimpinan KPK Nawawi Pomolango

 

Jakarta – Jarrakpos – Hakim Nawawi Pomolango adalah satu dari lima orang yang dipilih Komisi III DPR untuk menjabat sebagai pimpinan KPK baru untuk periode 2019-2023. Dia dipilih menjadi pimpinan KPK setelah mengantongi 50 suara Komisi III DPR.

Pria yang lahir pada 28 Februari 1962 di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara tersebut, merupakan hakim karier pertama yang berhasil mejabat sebagai pimpinan lembaga anti rasuah.

Karirnya sebagai hakim baru dimulai pada 1992 di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah. Pada 1996 Nawawi mengalami mutasi ke Pengadilan Negeri Tondado, Sulawesi Utara.

Sebagai hakim karier, Nawawi mengalami beberapa kali mutasi seperti di Pengadilan Negeri Balikpapan, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Poso, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Bandung, hingga Pengadilan Tinggi Denpasar. Dia beberapa kali menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Poso pada tahun 2008, dan pada 2010 dia mendapatkan promosi sebagai Ketua Pengadilan Negeri Poso.

Ketika Nawawi bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dia dikenal sebagai hakim dengan spesialisasi mengadili kasus tindak pidana korupsi yang dilimpahkan oleh KPK. Bahkan sewaktu Nawawi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dia diperbantukan sebagai hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dia pernah mengadili perkara suap eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar terkait dengan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Nawawi juga menjadi salah satu hakim yang memutus kasus suap dengan terpidana mantan Ketua DPD Irman Gusman.

Di tahun 2013 silam, Nawawi dipercaya menjadi majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Nawawi Pomolango terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 31 Desember 2018. Berdasar data e- LHKPN , total nilai kekayaan Nawawi adalah Rp1,89 miliar. Harta Nawawi berkontribusi Tanah dan Bangunan (Rp1,25 miliar) serta kas dan setara kas (Rp303 juta).

Ketika  menyetujui Fit dan Proper Test di DPR, Nawawi meminta izin mendukung pemberian izin penyidikan kepada KPK. Dia mempertimbangkan pasal dalam draf revisi UU KPK, sesuai dengan asas kepastian hukum.

Nawawi juga meminta persetujuan penyadapan oleh KPK dimulai, seperti yang diatur di draf revisi UU KPK. Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang mengatur pemberian izin penyadapan, menurut dia, wajar dan bukan barang baru dalam penegakan hukum.

Tetapi, ia menolak revisi UU yang menetapkan KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan di proses penuntutan. “Bagaimana independensi KPK kalau harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung,”  ujarnya.

Di forum yang sama, dia sempat mengkritik kinerja KPK saat ini seperti orang yang berolahraga di Treadmill . “Kalau dari jauh, kita lihat orang di treadmill itu suka lari kencang, tapi sebetulnya jalan di tempat,” ujar Nawawi. Bahkan, itu dinilai KPK saat ini, “Seperti orang pulang malam dari dugem. Sempoyongan.”

Dia mengaku akan melakukan 3 langkah jika menjadi pimpinan KPK. Pertama, ia akan menyetujui pelaksanaan tugas KPK dalam koordinasi, supervisi dan pemantauan penanganan kasus korupsi. Kedua, Nawawi mau menerapkan pasal pencucian uang (TPPU) dalam penanganan perkara korupsi oleh KPK. Ketiga, ia ingin memperbaiki tata kelola organisasi di KPK internal.

Jarrakposbali.com/ged

 

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button