Arogansi di Balik KEK Kura-Kura Bali, Tanggapan dari Ceo Jarrak Media Group
Kritik Keras Mengenai Dampak Sosial dan Ekonomi Terhadap Komunitas Lokal Bali

DENPASAR,jarrakposbali.com I Dalam dunia pers Indonesia yang seharusnya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan akses informasi, sebuah insiden yang memalukan kembali mencoreng integritas dunia jurnalistik tanah air.
Kali ini, manajemen Kura-Kura Bali, yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Serangan, menjadi sorotan setelah seorang wartawan yang diundang secara resmi untuk meliput acara di lokasi tersebut justru mengalami perlakuan yang sangat tidak profesional.
Alih-alih diberikan kemudahan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, pihak keamanan setempat malah mempersulit dan menghalangi akses sang jurnalis, menandai sebuah bentuk arogansi yang jelas terhadap kebebasan pers.
Insiden ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen pihak swasta dalam mendukung peran vital media sebagai kontrol sosial di tengah arus informasi yang berkembang pesat.
Seiring dengan kontroversi yang melibatkan perlakuan terhadap jurnalis, masalah kepemilikan tanah yang digunakan oleh Kura-Kura Bali juga menjadi sorotan tajam. Putu Sudiartana, Ketua Ceo Jarrak Media Group, dengan tegas menyoroti ketidakberesan terkait penggunaan tanah reklamasi yang menjadi lokasi resort tersebut. Dalam pernyataannya, Sudiartana mengatakan,
“Seharusnya tanah reklamasi yang dibangun dengan biaya besar ini dikelola dengan bijak dan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Bali. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tanah tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pihak dengan cara yang tidak transparan dan bertentangan dengan prinsip keberlanjutan serta ramah lingkungan,”ujarnya.Sabtu (14/12/2024).
Pernyataan ini menambah panjang daftar kritik terhadap praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab, yang memperlihatkan kurangnya perhatian terhadap aspek sosial dan lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam di Bali.
Sikap arogan yang ditunjukkan oleh manajemen Kura-Kura Bali berpotensi merusak reputasi perusahaan di mata publik dan investor. Ketidakramahan terhadap media dan kelalaian dalam menjaga kelestarian lingkungan dapat menciptakan persepsi negatif yang sulit diubah dalam jangka panjang. Menanggapi hal tersebut, Putu Sudiartana kembali angkat bicara dengan tegas,
“Kalau perusahaan seperti ini tidak segera berubah, kita harus ganyang! Jangan biarkan perusahaan yang berdiri di tanah reklamasi terus-menerus melukai lingkungan dan meremehkan masyarakat, termasuk wartawan,”tegasnya.
Putu Sudiartana juga mendesak agar pemerintah daerah bertindak tegas terhadap Kura-Kura Bali, mengingat insiden ini bukan hanya soal perlakuan tidak profesional terhadap jurnalis, tetapi juga ancaman terhadap kelestarian lingkungan dan hak masyarakat.
“Pemerintah daerah harus segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Kesewenang-wenangan manajemen swasta seperti ini tidak boleh dibiarkan. Kita tidak bisa membiarkan perusahaan yang merusak lingkungan dan mengabaikan kepentingan masyarakat terus berkembang tanpa kendali,” pungkasya.
Insiden ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak, bahwa ketidakadilan dan kelalaian dalam pengelolaan sumber daya alam serta perlakuan terhadap media harus mendapat perhatian serius. Tanpa tindakan tegas, praktik seperti ini bisa semakin mengancam keberlanjutan lingkungan dan demokrasi di Bali.(jpbli).
Editor : Putu Gede Sudiatmika.