
SANGKET-JARRAKPOSBALI.COM – Protes Made Teja, S.Sos, terhadap Nyepi Adat yang digelar di Desa Adat Sangket, Kelurahan Sukasada, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, langsung ditanggapi Kelian Desa Adat Sangket, Gede Tinggen dan jajarannya.
Senin (27/4/2020) sore, Kelian Desa Adat Sangket Gede Tinggen bersama pengurus lainnya melakukan klarifikasi terhadap keberatan sekaligus tudingan yang disampaikan Teja yang juga Ketua DPD LPM Kabupaten Buleleng itu.
“Kebetulan kemarin, sebelum kemarin malam (Jumat, 24 April 2020 malam) kita di Desa Adat Sangket secara niskala melakukan nejer pejati di 4 pura besar di Sangket yaitu Pura Desa, Pura Dalem, Pura Mengening, dan Pura Bukit selama 3 hari 3 malam dengan mekemit. Desa Adat Sangket agak sedikit berbeda dengan desa adat yang lain. Kita adalah salah satu desa adat tua sehingga Desa Adat Sangket ini ada istilahnya pesutri. Kita masyarakat Desa Adat Sangket sangat menyakini itu bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang berasal dari sesunan (leluhur) di Sangket. Pengalaman (masa lalu) membuat masyarakat Desa Adat Sangket meyakini. Jadi kalau masyarakat tidak mentaati itu akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena masyarakat percaya bahwa pesutri menyampaikan hal-hal yang disampaikan oleh sesunan dan Ida Bathara,” jelas Kelian Desa Adat Sangket, Gede Tinggen didampingi I Nyoman Gede Remaja, SH, MH, Bidang Penyelesaian Sengketa Satgas Gotongroyong COVID-19 Desa Adat Sangket.
Diceritakan Kelian Adat Gede Tinggen, Jumat (24/4/2020) malam saat mekemit di pura, salah satu pesutri menyampaikan bahwa di Desa Adat Sangket agar dilakukan penyepian adat Sabtu (25/4/2020). “Nah, pada malam itu, salah satu pesutri menyampaikan bahwa di Desa Adar Sangket agar dilakukan penyepian adat besok, untuk mencoba kita mengendalikan lalulalang krama adat di Sangket,” cerita Kelian Adat Gede Tinggen dibenarkan Remaja.
Lalu apa yang dilakukan malam itu? “Karena kebetulan itu kita pengurus sedang berkumpul karena mekemit dan kebetulan semua lengkap kita paruman pengurus bukan paruman adat. Paruman pengurus hadir semua waktu itu dan malam itu disepakati kita melakukan istilah Nyepi Adat. Istilahnya,” jawab Remaja yang adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja itu.
Baik Gede Tinggen maupun Remaja mengatakan bahwa pihaknya melakukan sosialisasi melalui loudspeaker agar masyarakat mengetahui bahwa besoknya dilakukan penyepian adat. “Disamping loudspeaker, di media sosialpun kita sampaikan melalui Facebooknya Desa Adat Sangket. Dan sudah dibagi-bagi oleh krama adat,” tambah Remaja lagi.
Nah, Sabtu (25/4/2020) pagi pun Nyepi Adat dimulai dan dilakukan penutupan terhadap akses-akses keluar masuk wilayah Desa Adat Sangket. Sekitar lima tempat akses yang ditutup dan dijaga oleh pecalang Desa Adat Sangket.
“Tetapi penutupan itu tidak kemudian dimaksudkan sebagai lockdown. Kita tidak melarang orang keluar masuk. Nggak! Cuma kita ketika orang keluar atau masuk kita tanya kepentingannya apa. Kalau kepentingannya tidak mendesak kita tunda , ya tunda dulu, misalnya dagang bakso masuk mau jualan, kita tunda dulu karena kami masih Nyepi Adat,” ungkap Remaja.
“Bagi mereka yang kepentingannya harus keluar, kita kasih keluar termasuk yang bersangkutan (Made Teja) yang merasa keberatan terhadap Nyepi Adat, juga posisi di luar waktu itu. Beliau juga punya kepentingan keluar ya kita kasih keluar. Setelah kami cek-cek posisi beliau, memang beliau sedang berada di luar dan dikasih keluar. Jadi tidak semua masyarakat kita larang untuk keluar. Jadi penutupan yang kami lakukan jangan diartikan sebagai lockdown,” tegas Remaja untuk meyakinkan publik dan kubu pemrotes.
Bahkan, Remaja mengakui bahwa pihaknya juga sudah menginformasikan kegiatan Nyepi Adat itu kepada Polres Buleleng melalui Kasat Intelkam Polres Buleleng. “Kami juga sudah informasikan ke polisi melalui Kasat Intel bahwa kami lakukan Nyepi Adat. Termasuk dari Polsek Sukasada juga sudah datang dan kami sudah klarifikasi,” paparnya.
Remaja yang ahli hukum Unipas Singaraja itu menyatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan di musim wabah COVID-19, selalu mengacu pada aturan atau anjuran atau instruksi Gubernur Bali dan PHDI Bali. Termasuk pembentukan Satgas Gotong Royang Penanganan COVID-19 di Desa Adat Sangket.
Terkait dengan penggunaan istilah atau kata Nyepi kali ini, Remaja mengakui bahwa Nyepi (Adat) dari segi agama memang tidak dibenarkan untuk digelar berkali-kali. Kata Nyepi Adat dipakai hanya sebagai istilah. “Memang dari isi agama, tidak ada Nyepi yang berulang-ulang. Itu cuma istilah saja yang kami pakai agar masyarakat bisa memahami bahwa pada hari kemarin kalau tidak ada kepentingan mendesak jangan keluar dari desa adat. Itu intinya,” jelasnya.
Selain pesutri, kata Remaja, dasar yang dipakai tetap mengacu pada anjuran pemerintah tentang pencegahan penyebaran COVID-19. “Dasar yang kami pakai ada yaitu anjuran pemerintah tentang pencegahan COVID-19, seperti social distancing, physical distancing, jangan bersentuhan, jangan keluar rumah kalau tidak ada kepentingan yang mendesak sekali,” tandas Remaja lagi.
Pihak Desa Adat Sangket pun mengakui bahwa Nyepi Adat itu pelaksanaannya tidak berjalan mulus. Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat bisa mengikuti Nyepi Adat tersebut. “Di lapangan kenyataannya tidak semua masyarakat bisa mengikuti itu (Nyepi Adat). Kita juga memahami itu, masyarakat lakukan itu (keluar dari desa adat) karena kebutuhan. Kita tahu masyarakat kita tidak semua bekerja sebagai PNS sehingga bisa bekerja dari rumah. Banyak masyarakat yang juga bekerja di luar. Itu kita bisa pahami,” papar Remaja lagi.
Ia memberi contoh, masyarakat yang keluar dari desa adat saat Nyepi Adat, bukan hanya masyarakat yang berpekentingan mendesak. Jadi, ia berharap jangan melihat pelaksanaan Nyepi Adat itu dari kacamata emosi atau sentiment tetapi melihatnya secara komprehensif dan menyeluruh. “Tapi kita melihat tidak hanya hal-hal mendesak saja masyarakat keluar, ini seperti biasanya. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat sebelum pandemik. Kami di Desa Adat Sangket berusaha mengatur krama kami agar bisa memahami apa sebenarnya maksud dan tujuan anjuran untuk tetap tinggal di rumah,” jelas Remaja dan Tinggen panjang lebar.
Dipaparkan Remaja bahwa pihaknya sudah menerapakn imbauan pemerintah soal pembatasan penyebaran virus corona sejak beberapa minggu lalu. Polanya, membagikan selebaran dan pengumumuman-pengumuman berisikan imbauan pemerintah. “Agar masyarakat tetap mengikuti imbauan pemerintah. Nah, cuma ada beberapa yang sudah mengikuti ada yang belum mengikuti,” ucapnya.
Apakah ada imbauan kepada kelompok yang tidak sepaham soal penyelenggaraan Nyepi Adat? “Kami tahu ada yang keberatan dengan apa yang kami lakukan, tetapi yang bersangkutan sudah bertemu dengan kelian dan sudah dijelaskan apa yang kami lakukan. Tapi yang bersangkutan belum sempat ke sini maka kami anggap sudah pahami karena sudah dijelaskan kelian adat,” jawab Remaja diplomatis.
Penulis: Francelino
Editor: Jering Buleleng