Gianyar

Penyidik Diduga Kriminalisasi Terdakwa Kasus TKI Mandiri, Restorative Justice Jadi Solusi

Proses hukum yang tidak sesuai prosedur dan dugaan kriminalisasi terhadap terdakwa TKI Mandiri memunculkan alternatif penyelesaian melalui Restorative Justice demi keadilan Bersama

GIANYAR,jarrakposbali.com I Kasus TKI Mandiri yang kini tengah diselidiki menyita perhatian publik seiring dengan dugaan kriminalisasi terhadap terdakwa yang berpotensi merugikan berbagai pihak. Penyidik dalam kasus ini diduga melakukan penyelidikan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, yang berujung pada ketidakadilan bagi terdakwa yang seharusnya tidak dihukum.

Kejadian ini bermula dari Putu Yogi Pratama, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Tabanan, yang ingin mencari penghidupan di luar negeri. Dengan dukungan orang tuanya, ia mulai mencari agen yang dapat membantunya berangkat. Kemudian, ia bertemu dengan I Dewa Gede Maha Putra, seorang penyalur asal Gianyar, yang membantu memfasilitasi perjalanan Putu Yogi untuk bekerja di luar negeri. Namun, kini ia menjadi terdakwa dalam kasus yang tengah dijalani.

Menurut keterangan Advokat dan Ketua Dewan Reklasering Provinsi Bali, Dr. Ida Bagus Putu Astina SH, MH, MBA, CLA, yang kini menjadi kuasa hukum terdakwa I Dewa Gede Maha Putra, ia menjelaskan bahwa sejak awal kasus ini sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan Restorative Justice. Namun, penyidik seolah dipaksakan untuk melanjutkan proses hukum tersebut.

“Kasus ini seharusnya bisa diselesaikan secara damai, tapi sayangnya prosesnya berlanjut,” ujar Astina seusai sidang di Pengadilan Negeri Gianyar, Kamis (6/2/2025).

Astina juga menjelaskan bahwa bukti-bukti yang telah disetorkan kepada penyidik justru diabaikan.

“Bukti-bukti yang kami berikan tidak dipertimbangkan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keberangkatan Yogi dalam kasus ini sebenarnya dilakukan secara mandiri, tanpa campur tangan pihak lain.

“Yogi mengurus semuanya sendiri, dari awal hingga berangkat,” terangnya.

Perlu diketahui bahwa pada tanggal 2 Agustus 2024, Yogi mengajukan surat permohonan untuk dilakukannya mediasi melalui Restorative Justice, yang ditujukan kepada Direktur Reserse Kriminal Polda Bali. Dalam surat tersebut, Yogi menyatakan bahwa dirinya bukanlah korban, melainkan merasa tidak memahami hukum yang berlaku.

Ia mengungkapkan adanya miskomunikasi antara dirinya dan penyidik Dirkrimsus Polda Bali, yang menyebabkan kesalahpahaman dalam proses penyelidikan. Yogi merasa bahwa beberapa pertanyaan yang diajukan oleh penyidik benar-benar tidak ia pahami, sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil dalam proses hukum tersebut. Akibatnya, ia merasa tertekan dan akhirnya menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) meskipun tidak sepenuhnya memahami isi dari pertanyaan yang diajukan.

Di akhir keterangannya, Ida Bagus Putu Astina kembali menegaskan bahwa sejak awal, kasus ini sudah memenuhi syarat untuk diselesaikan melalui Restorative Justice. Ia mengapresiasi keputusan Majelis Hakim yang akhirnya merujuk kasus ini ke jalur mediasi sebagai solusi penyelesaian.

“Seharusnya, ada pertimbangan hati nurani dalam menangani kasus-kasus kecil yang sebenarnya bisa diselesaikan secara damai, namun justru malah berlarut-larut,” pungkasnya.

Keputusan ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi penyelesaian kasus serupa di masa depan, sehingga keadilan dapat tercapai dengan cara yang lebih manusiawi, mengedepankan perdamaian dan rekonsiliasi antar pihak yang terlibat. (jpbali)
Editor: Putu Gede Sudiatmika.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button