Pesona Tersembunyi Pura Tadah Uwuk, Keindahan Sakral di Desa Uma Anyar
Menelusuri Kedamaian dan Keindahan Alam di Jantung Nyalian, Banjarangkan, Klungkung.

KLUNGKUNG,jarrakposbali.com I Di sebuah sudut tenang Desa Adat Uma Anyar, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, berdiri sebuah pura yang memancarkan kedamaian dan kesucian. Pura ini menjadi tempat yang sangat istimewa untuk penglukatan atau penyucian diri. Berlokasi di pinggiran sungai Melangit yang jernih, pura ini menawarkan pengalaman spiritual yang menyatu dengan keindahan alam.
Untuk mencapainya, pengunjung hanya perlu menuruni anak tangga selama 2-3 menit dari area parkir. Sepanjang perjalanan, alunan suara gemericik air sungai dan rindangnya pepohonan mengiringi langkah, menciptakan suasana hening yang mengundang rasa syukur. Pura ini bukan sekadar tempat bersembahyang, tetapi juga ruang untuk menemukan kembali ketenangan batin di tengah kesibukan dunia.
Menurut Bendesa Adat Uma Anyar, I Nengah Supartha, nama “Tadah Uwuk” memiliki makna mendalam. “Tadah” berarti penampungan, melebur, atau membersihkan, sementara “Uwuk” merujuk pada cerukan atau segala sesuatu yang bersifat kotor. Kombinasi makna ini mencerminkan fungsi pura sebagai tempat untuk melebur kekotoran, baik fisik maupun spiritual, sehingga mencapai kesucian.
Tirta Pesiraman adalah tempat penyucian diri yang memberikan ketenangan jiwa dan kesegaran tubuh. Dengan air suci yang mengalir dari sumber alami, Tirta Pesiraman mengajak kita melepaskan beban, membersihkan pikiran, dan menyelaraskan kembali energi spiritual serta jasmani.
“Dalam jernihnya air, temukan kembali ketenangan jiwa dan kesucian raga,”ujranya.Jumat (10/1/2025).
Menurut petunjuk Ida Pedanda Gd Oka Nuaba dari Griya Gede Nuaba Nyalian, Pura Tirta Tadah Uwuk adalah tempat suci yang menyimpan 9 jenis Tirta Penglukatan. Tirta ini berfungsi untuk menyucikan Bhuana Agung dan Bhuana Alit, menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritualitas Bali.
“Melalui 9 Tirta Penglukatan, tercipta keseimbangan suci antara alam semesta dan jiwa manusia,”bebernya.
Kesembilan Tirta tersebut memiliki fungsi penyucian dan peleburan kekotoran (mala) di berbagai bagian tubuh manusia, dengan posisi di alam semesta, lokasi pemujaan di Bali, dan alam kedewataan masing-masing. Berikut rangkumannya:
- Tirta Bhatara Wisnu (Tirta “Kamandalu”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di empedu (nyali).
- Posisi Alam Semesta: Utara.
- Lokasi di Bali: Pura Ulun Danu.
- Alam Kedewataan: Wisnu Loka.
- Tirta Bhatara Iswara (Tirta “Maha Merta”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di jantung.
- Posisi Alam Semesta: Timur.
- Lokasi di Bali: Pura Lempuyang Luhur.
- Alam Kedewataan: Iswara Loka.
- Tirta Bhatara Siwa (Tirta “Amerta Sanjiwani”)
- Fungsi: Penyucian mala pada setiap sel tubuh.
- Posisi Alam Semesta: Tengah.
- Lokasi di Bali: Pura Besakih (siang), Pura Pusering Jagat (malam).
- Alam Kedewataan: Siwa Loka.
- Tirta Bhatara Brahma (Tirta “Maha Pawitra”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di hati (hredaya).
- Posisi Alam Semesta: Selatan.
- Lokasi di Bali: Pura Andakasa.
- Alam Kedewataan: Brahma Loka.
- Tirta Bhatara Maha Dewa (Tirta “Kundalini”)
- Fungsi: Penyucian ginjal (ungsilan).
- Posisi Alam Semesta: Barat.
- Lokasi di Bali: Pura Batu Karu.
- Alam Kedewataan: Maha Dewa Loka.
- Tirta Bhatara Mahesora (Tirta “Sudamala”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di paru-paru.
- Posisi Alam Semesta: Tenggara.
- Lokasi di Bali: Pura Goa Lawah.
- Alam Kedewataan: Mahesora Loka.
- Tirta Bhatara Rudra (Tirta “Amerta Kala”)
- Fungsi: Penyucian mala di perut dan pankreas.
- Posisi Alam Semesta: Barat daya.
- Lokasi di Bali: Pura Uluwatu.
- Alam Kedewataan: Rudra Loka.
- Tirta Bhatara Sangkara (Tirta “Mahaning”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di limpa.
- Posisi Alam Semesta: Barat laut.
- Lokasi di Bali: Pura Pucak Mangu.
- Alam Kedewataan: Sangkara Loka.
- Tirta Bhatara Sambhu (Tirta “Sunia Amerta”)
- Fungsi: Penyucian kekotoran di tenggorokan, kelenjar tiroid, dan klep jantung.
- Posisi Alam Semesta: Tidak disebutkan secara spesifik.
- Lokasi di Bali: Tidak disebutkan.
- Alam Kedewataan: Tidak disebutkan.
Kesembilan Tirta ini mencerminkan harmoni spiritual antara manusia, alam semesta, dan dewa-dewa yang dipuja dalam tradisi Hindu Bali.
Dalam spiritualitas Hindu Bali, setiap Tirta memiliki fungsi dan makna yang mendalam sebagai sarana penyucian dan pelepasan kekotoran baik di tubuh manusia maupun dalam perjalanan atma. Salah satunya adalah Tirta Bhatara Sambhu, yang dinamakan Tirta “Sunia Amerta”, berfungsi sebagai penyucian kekotoran pada tenggorokan (ineban), kelenjar tiroid, serta klep jantung. Di alam semesta, Bhatara Sambhu berposisi di timur laut, dengan tempat pemujaan beliau di Bali adalah Pura Besakih, sementara alam kedewataan beliau disebut “Sambhu Loka”. Kehadiran beliau membawa harmoni dan kesucian pada tubuh manusia sekaligus melambangkan keseimbangan alam semesta.
Selain itu, Ida Pedanda menambahkan pentingnya Tirta Pangentas, yang memiliki peran luar biasa dalam upacara pengabenan. Tirta ini digunakan untuk penyucian dan pelepasan Sang Hyang Atma, membuka jalan terang bagi jiwa yang telah lepas dari tubuh fisik manusia. Pura Tirta Tadah Uwuk menjadi tempat suci di mana Tirta Pangentas digunakan, memberikan kekuatan spiritual bagi keluarga yang ditinggalkan untuk membantu atma melanjutkan perjalanannya menuju alam keabadian.
Kata “Pangentas”, seperti dijelaskan oleh Ida Pedanda, memiliki makna mendalam yang dirangkum dalam konsep “Suara Anceng” (singkatan).
- “Pa” melambangkan petitis (tujuan),
- “Ngen” bermakna nurani (Atma),
- “Tas” berarti galang (terang).
Dengan demikian, Tirta Pangentas bermakna sebagai sarana untuk membimbing Sang Hyang Atma menuju jalan terang setelah terlepas dari ikatan duniawi.
Makna ini mengajarkan manusia untuk selalu menjaga harmoni dan kesucian, tidak hanya selama hidup di dunia, tetapi juga dalam perjalanan spiritual setelah kehidupan. Tirta Pangentas menjadi simbol kasih sayang yang abadi, menghubungkan manusia dengan alam semesta, leluhur, dan Sang Hyang Widhi, menciptakan kesadaran spiritual yang dalam bahwa kematian adalah sebuah gerbang menuju kesucian yang lebih tinggi.
Dalam tradisi spiritual Hindu Bali, makna kesucian dan rahasia tersembunyi tertuang dalam berbagai lontar yang diwariskan oleh leluhur. Salah satu lontar yang menjadi pedoman adalah “Padma Keling Parama Guhya Rahasya”, yang diartikan sebagai stana para Dewa yang sangat dalam dan penuh rahasia. Sebagai sumber sastra suci, lontar ini menggambarkan esensi spiritual yang hanya dapat dipahami melalui kebijaksanaan dan penyerahan diri yang tulus. Stana ini menjadi pusat harmoni dan spiritualitas, tempat di mana para Dewa bersemayam untuk membawa berkah, kesucian, dan perlindungan bagi alam semesta.
Ida Pedanda juga menyebutkan lontar lain yang tidak kalah sakralnya, yaitu “Lontar Budha Kecapi Cemeng”, yang menyimpan kisah penuh kebijaksanaan dari seorang pertapa bernama Budha Kecapi. Konon, beliau mendirikan pertapaan di pinggir sebuah petirtaan suci yang muncul dari celah-celah bebatuan di bawah Setra Gandamayu. Petirtaan ini, sebagaimana diyakini oleh Budha Kecapi, mengandung kesidhian luar biasa untuk meleburkan segala kekotoran (sarwa mala) dalam tubuh manusia, memberikan kesucian dan ketenangan jiwa kepada siapa pun yang menyentuh atau menggunakannya dengan keyakinan.
Setra Gandamayu, yang menaungi petirtaan tersebut, adalah simbol keharmonisan antara dunia fana dan alam spiritual. Dalam keheningan pertapaan, Budha Kecapi menyadari bahwa air yang mengalir dari petirtaan ini bukan sekadar elemen alam, melainkan manifestasi kasih sayang Sang Hyang Widhi yang membawa kesucian, kesehatan, dan kedamaian. Pertapaan beliau menjadi saksi bahwa manusia, ketika menyatu dengan alam dan menjalani kehidupan dengan keikhlasan, dapat mencapai pencerahan serta melepaskan diri dari segala kekotoran yang mengikatnya.
Melalui kisah Budha Kecapi dan ajaran dari lontar-lontar ini, manusia diajak untuk merenungi makna kehidupan yang sejati. Penyucian tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga dalam batin yang terdalam, membawa kita lebih dekat kepada kebijaksanaan yang abadi. Petirtaan dan Setra Gandamayu menjadi simbol bahwa di tengah kehidupan duniawi yang penuh tantangan, selalu ada jalan menuju kesucian dan harmoni, asal kita mau membuka hati dan menyerahkan diri kepada kebesaran Sang Hyang Widhi.
Dari lontar-lontar suci seperti “Padma Keling Parama Guhya Rahasya” dan “Budha Kecapi Cemeng”, kita memahami betapa sakral dan magisnya mata air di Pura Tirta Tadah Uwuk. Air suci ini dikenal sebagai pusat Mandala, simbol magis yang erat kaitannya dengan Setra dan Pura Dalem, tempat stana Dewa Siwa. Sebagai manifestasi kekuatan ilahi, mata air ini menjadi sarana penyucian dan peleburan sarwa mala, membawa kesucian jiwa dan raga bagi setiap insan yang mendekat dengan niat tulus.
Namun, keindahan Pura Tirta Tadah Uwuk tidak hanya terletak pada kekuatan spiritualnya. Kawasan ini juga menawarkan keajaiban alam yang memanjakan mata dan menenangkan jiwa. Tebing-tebing megah yang menjulang, air terjun yang gemuruh namun menenangkan, hutan bambu yang rindang, serta aliran sungai yang jernih menyatu menjadi mahakarya alam yang menakjubkan. Di sinilah spiritualitas dan keindahan duniawi bersatu, menciptakan harmoni sempurna antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Sebagaimana dikatakan dalam salah satu kutipan lontar,
“Sang Hyang Amerta mangke, tan hana pamutusane. Wus ika pangentas, cidanira sang hyang atma manggeh marga terang.”
(“Air kehidupan ini tiada akhirnya. Ketika pangentas dilaksanakan, jiwa akan menemukan jalan terang.”)
Pura Tirta Tadah Uwuk tidak hanya menjadi tempat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, tetapi juga menjadi destinasi bagi siapa saja yang ingin menikmati keajaiban alam sambil merefleksikan makna kehidupan. Di tengah hiruk-pikuk dunia, Pura ini mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, merasakan kedamaian, dan menyadari betapa agungnya ciptaan-Nya. Sungguh, ini adalah warisan tak ternilai bagi generasi kini dan mendatang. (jpbali).
Editor : Putu Gede Sudiatmika.